Jadi Istri Kok Egois?

Artikel ini saya tulis untuk mengingatkan diri sendiri walau tema ini terlintas setelah saya membaca sebuah status seorang teman. Saya pun tidak bisa pastikan apakah dia bangga dengan apa yang dia posting atau sekedar mengingatkan para suami lainnya. Intinya dia bilang kalau punya istri orang Indonesia, jangan harap ada sarapan roti, keju, zaitun dan sarapan khas Turki lainnya. Yang ada ya sarapan khas Indonesia. Langsung terlintas dipikiran saya, jadi istri kok egois?

Iya, yang memposting status itu bersuamikan laki-laki Turki. Saya cuma berharap saya tidak sekejam itu terhadap suami saya. Tujuh tahun pernikahan saya tidak pernah sekalipun skip teh Turki saat suami saya sarapan di rumah kecuali atas permintaannya sendiri. Roti, berbagai jenis keju, zaitun, sucuk, aneka selai, pekmez dan makanan-makanan khas Turki lainnya selalu ada di kulkas saya.

Setiap belanja bulanan pun kami selalu pergi ke beberapa supermarket berbeda. Pertama ke supermarket lokal Jerman, supermarket Asia dan supermarket Turki. Makanya untuk belanja bulanan ini bisa menghabiskan waktu seharian.

Saya tau, para wanita yang menikah dengan bule akan sangat bangga jika suaminya mencintai makanan Indonesia. Bahkan dipostingan tersebut beberapa orang mengacungi jembol pertanda mengakui kehebatan si pembuat status yang mampu memutuskan secara mutlak apa yang harus dimakan pasangannya untuk sarapan. Meskipun tidak ada yang tau apakah kejadian itu setiap hari atau tidak. Yang pasti dia menyebutkan kalau dirumahnya tidak ada lagi segala jenis makanan Turki. Pun beberapa orang yang bersuamikan Turki menyesalkan kenapa suami mereka tidak seperti itu.

Dulu sekali saya juga pernah berpikir demikian. Saya berharap suami saya bisa makan makanan saya yang berbumbu dan pedas agar saya nggak repot masak beberapa menu berbeda. Sebaliknya suami saya juga berharap saya bisa menerima makanannya dengan tujuan yang sama yaitu agar saya tidak menghabiskan banyak waktu di dapur sekedar untuk memasak.

Bukankah pernikahan itu adalah sekolah seumur hidup yang tidak ada ujian akhirnya. Saya mempelajari suami saya. Begitu juga sebaliknya. Menerima perbedaan-perbedaan besar dalam pernikahan bukanlah hal yang mudah. Kadang soal makanan saja bisa menimbulkan pertengkaran.

Dulu saya menghabiskan waktu berjam-jam di dapur untuk masak plus bersih-bersih setelahnya. Padahal piring-piring dicuci pake mesin. Kenapa bisa masak selama itu untuk makan berdua? Jawaban utamanya karena dulu saya belum bisa masak dan managment waktu saya sangat buruk. Kadang saya juga stres terlalu lama di dapur.

Hidup itu berproses. Begitu juga dengan saya yang lama-lama paham bagaimana caranya memangkas waktu memasak di dapur. Beberapa jenis makanan bisa dimasak sekaligus banyak. Lalu dibagi-bagi ke wadah untuk sekali makan dan masukkan ke freezer. Bahkan saya baru tau setelah di Jerman kalau sambel goreng itu bisa bertahan sangat lama di freezer.

Back to tema, jadi istri kok egois? Saya tau betapa tidak enaknya tidak bisa menyantap makanan yang biasa kita makan. Sesekali tentunya saya makan makanan Turki atau makanan dari negara lain. Begitupun suami saya. Kadang dia juga minta dibuatkan bihun goreng dan nasi goreng. Tapi pastinya bagi saya makanan Indonesia lebih menggoda, begitu juga suami saya. Sarapan roti dengan banyak hidangan diatas meja yang menjadi ciri khas sarapan ala Turki pasti lebih menyenangkan hatinya ketimbang sarapan lontong sayur.

Sangatlah egois jika saya mengharamkan roti, keju, zaitun dan makanan-makanan Turki lainnya karena saya si penguasa dapur di rumah. Sementara saya dengan hati berbunga-bunga punya banyak stok mie instan sekedar untuk menghangatkan lambung di musim dingin.

Walau ada saja kuman-kuman nakal yang usil bilang ribet lah, banyak makan waktu lah dan bahkan ada yang bilang ngabisin banyak duit karena makannya beda-beda suami istri dan memang bahan makanan Indonesia di Jerman itu harganya tergolong mahal, sekarang saya dan suami sudah tidak mempermasalahkan soal makanan kami yang sering berbeda meskipun kami makan di meja dan waktu yang sama.

Pernikahan itu bukan soal seberapa mampu kamu merubah pasanganmu, tapi seberapa sanggup kamu menerima perbedaannya. Jangan jadi istri egois yang hanya mementingkan kenikmatan pikiran dan perut sendiri. Mungkin suamimu nurut aja dihidangkan yang bukan makanannya karena dia malas ribut dan ribet.

Ingat! Surganya seorang istri itu ada pada suaminya. Jangan sampai suamimu nggak ridho dikasi makan yang bukan makanannya. Suami nggak ridho maka Allah juga nggak ridho.

0



4 Comments

Saya blm menikah, tapi saya menyukai tulisan² sejenis ini, krn bs membantu saya belajar mmpersiapkan diri utk menjadi istri seperti apakah saya nanti.. Makasih Mba y utk selalu berbagi pengalamannya ?

Reply

Terimakasih feedbacknya 🙂

Reply

Tulisan nya bagus kali kak…

Reply

makasi dek 🙂

Reply
Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog