Jangan Nikah Sama Orang Turki

Gelinlar yang tinggal di Turki mungkin tidak pernah mendengar kalimat ini, “Jangan nikah sama orang Turki”. Tapi di Jerman kalimat ini sering terdengar, terutama ke gadis-gadis Indonesia. Saya sendiri pernah dengar langsung walaupun orang yang ngomong itu juga teman dan tau suami saya Turki.

Ini berawal dari ucapan seorang teman saya yang bilang kalau ada seseorang bersuamikan Jerman menasehatinya untuk kalau bisa jangan nikah sama orang Turki. Menurutnya orang Turki itu tidak terbuka dan kurang bisa menerima budaya luar. Hal itu dilandasi oleh pengalamannya di tempat kerja, ada seorang Turki yang tidak mau makan makanan orang. Kalau ini sih ya saya juga gitu, banyak makanan orang luar yang saya nggak suka dan sama sekali nggak mau nyoba. Lalu apakah saya juga tidak berpikiran terbuka?

Kedua, menurut mereka suami Turki itu melarang istrinya bekerja. Beda sama suami Jerman yang membebaskan istrinya ngapain aja.

Begini ya, kalau soal ini menurut saya ini adalah sebuah kesepakatan yang harus dibicarakan sebelum menikah. Kalau perlu ada hitam diatas putih biar jelas. Nggak usah ngomongin cinta karena ini soal prinsip hidup.

Nggak semua suami Turki itu melarang istrinya bekerja. Di keluarga suami saya nggak ada larangan itu. Dari neneknya suami saya semua istri-istrinya bekerja diluar rumah menghasilkan duit. Kenapa saya nggak kerja diluar rumah? Itu adalah pilihan dan kemauan saya sendiri tanpa paksaan siapapun yang kadang disalahartikan orang. Dikira suami saya ngelarang kerja diluar rumah. Padahal enggak sama sekali.

Tapi suami Turki itu pridenya memang beda sama suami Jerman. Mereka terbiasa dilayani. Pekerjaan rumah kebanyakan dilakukan oleh istri. Makanya banyak yang memilih tidak bekerja diluar. Suami cari duit untuk uang bersama seluruh keluarga dan istri melakukan pekerjaan rumahtangga. Ada juga yang hanya mengambil pekerjaan part time.

Beda dengan suami Jerman. Jerman mengutamakan kesetaraan gender. Jadi nggak heran semuanya harus sama. Nggak cuma soal pekerjaan rumahtangga, tapi juga soal bayar sewa rumah, uang belanja dan bayaran-bayaran lainnya dihitung sebagai tanggungjawab bersama. Nggak ada istilah uang suami uang istri, uang istri ya uang istri seperti dalam ajaran islam.

Jangan cuma mikir suami Jerman itu mau mengerjakan pekerjaan rumahtangga, banyak konsekuensi lainnya juga. Klo soal ngerjain kerjaan rumah, suami saya juga ngerjain. Semua tergantung kondisinya, siapa yang lagi nggak sibuk. Itu aja sih. Tapi tetap, uang dia uang saya, uang saya ya uang saya 😀

Persoalannya bukan siapa yang paling baik, tapi kamu mau menjalankan rumahtangga yang bagaimana. Jangan asal judge laki-laki dari satu negara tertentu nggak baik atau laki-laki dari negara ini yang paling baik.

Tentukan dulu pola rumahtangga seperti apa yang kamu inginkan. Mau itu Turki, Jerman atauun Indonesia rasanya kalau sudah dibicarakan dan ditentukan sebelum menikah, insyaallah kamu nggak akan kecewa. Masalah dalam pernikahan itu pasti ada, gimana kamu mengambil hikmahnya aja.

Mau sejuta kali bilang “Jangan nikah sama orang Turki”, klo jodohnya orang Turki ya nggak akan bisa ngelak. Banyak orang Indonesia yang over proud dengan orang lokal disini sehingga mereka merasa lebih tinggi dari orang Indonesia yang nggak nikah sama oranng Jerman. Kalau nggak suka ya diem-diem aja karena hidupmu juga nggak dijamin lebih bahagia dari mereka.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog