Berlin, Miskin Tapi Ngangenin

Terhitung sejak 2015, saya udah tiga kali ke Berlin. Tapi ya gitu gaes, nggak kemana-mana cuma jalan-jalan sekitar Brandenburger Tor nya aja. Liat sisa-sia Tembok Berlinnya aja cuma sekilas mata dari dalam mobil yang kebetulan melintas di area itu.

Itu nggak enaknya punya saudara di Berlin, saudara Mr. Ottoman lebih tepatnya. Orang Turki kan hobinya ngumpul-ngumpul. Tapi didalam rumah aja sambil ngeteh bergalon-galon dan makan cemilan yang manis-manis. Setiap ke Berlin tinggalnya di rumah saudara, jadi nggak bisa pergi sesuka hati. Apalagi mereka hobi maksa dan yang muda nggak boleh bilang enggak. Duh jadi curhat. Maaf keun!

Baiklah, saya mau berbagi sedikit cerita tentang Berlin yang saya dapatkan dari tiga kali kunjungan dengan total tujuh atau delapan hari. Iya, dapetnya cuma sedikit karena curi-curi waktu buat jalan-jalan. Seseorang yang hobi piknik dan sejenisnya macam saya ini pasti kakinya gatel pengen jalan-jalan klo datang ke daerah baru. Jadilah saya cari-cari alasan supaya bisa keluar dan jalan-jalan.

Lebih dari 15 tahun silam, tepatnya November 2003, Klaus Wowereit melontarkan sebuah slogan untuk Kota Berlin yang melekat hingga kini. “Arm aber sexy”, yang berarti miskin tapi seksi. Itulah slogan yang keluar dari mulut Wowereit yang juga seorang mantan walikota ini.

Kata pertamanya itu benar menurut saya. Berlin memang sudah terlihat miskin begitu mobil kami memasuki daerah eks Jerman Timur itu. Sangat jauh berbeda dengan Stuttgart yang tertata rapi, bersih, arsitektur bangunannya bagus-bagus, dimana-mana terdapat lahan hijau dan tentunya jalanan yang mulus tidak berlubang seperti jalanan Kota Medan.

Saya benar-benar kaget melihat fakta ini. Banyak sekali bangunan dan rumah-rumah tua di Berlin. I mean, tua dan lusuh. Tidak seperti bangunan tua di Stuttgart yang indah-indah. Arsitekturnya berbeda. Tapi banyak juga bangunan bersejarah dengan arsitektur wah. Jelas terlihat kehidupan di Stuttgart lebih bergelimang harta dibandingkan Berlin. Banyak sekali pengemis dan gelandangan, di Stuttgart juga ada. Tapi tidak seperti jamur di musim hujan seperti yang saya lihat di Berlin.

Ketika memasuki jalanan yang agak kecil, ada banyak bolongan di jalan. Bahkan ada jalan yang belum di aspal. Itu jalan menuju rumah kakak ipar saya. Saya berpikir ini bukan Jerman, apalagi ibukota negara yang merupakan salah satu negara terkuat di dunia. Gila! Faktanya benar-benar gila.

Bukan cuma itu, berjalan-jalan di pusat Kota Berlin. Fakta lain yang saya temukan, kota ini jorok. Banyak sampah dimana-mana dan banyak coretan grafiti di sembarang tempat. Grafiti juga mudah ditemui di Stuttgart, tapi ada tempat khususnya.

Seorang teman yang pernah menetap di Berlin bilang, Berlin tidak cocok untuk yang benar-benar mau belajar Bahasa Jerman karena terlalu banyak pendatang disini. Banyak sekali bahasa berbeda yang didengar di Berlin, bahkan teman saya sulit menemukan orang yang bisa diajaknya berbicara Bahasa Jerman yang baik dan benar.

Waktu itu saya cuma sempat jalan-jalan disekitaran Brandenburger Tor iconnya Kota Berlin. Rame banget dan kata keponakan-keponakan saya yang umurnya beda tipis sama saya, hati-hati ditempat ini. Banyak copet dan penipu. Karena saya suka sejarah, seneng donk akhirnya bisa menginjakkan kaki disini kek orang-orang. Seperti hobi saya biasanya yang suka ngayal klo udah pergi ketempat-tempat bersejarah, saya ngebayangin betapa dahsyatnya kejadian dulu itu. Apalagi pas liat foto-foto zaman perang dan nonton filmnya disitu. Teriris rasanya hati saya. Orangnya kurus-kurus kurang makan. Jangan sampe deh terulang lagi kejadian yang paling dikutuk di Jerman itu.

Tahun 2015 di Brandenburger Tor

Bergeser ke selatan dari Brandenburger Tor, kami mengunjungi Monumen Holocaust yang sempat membuat Syahrini dihujat netizen dan masuk koran Jerman. Menurut saya disini orang-orang kurang bisa merasakan kesedihan para korban karena tempatnya dijadikan tempat duduk-duduk dan lompat-lompat anak-anak muda.

Holocaust

Darisini kami bergerak ke Reichstag, gedung parlemennya Jerman. Sebenernya bisa masuk kedalam dan gedung ini juga dibuka untuk turis. Tapi kami cuma jalan-jalan dan foto didepannya aja.

Iya, cuma itu aja yang saya datangi selama di Berlin 🙁 Tapi saya udah bertekad, entah itu tahun ini ataupun tahun-tahun berikutnya saya pasti akan ke Berlin lagi sebagai turis, nginep di hotel dan wajib mengelilingi Berlin beserta isinya.

Kalau Mr. Wowereit bilang Berlin itu miskin tapi sexy, kalau saya bilang Berlin itu miskin tapi ngangenin. Iya, saya kangen dan juga masih penasaran dengan Berlin. Karena suasananya jauh berbeda dengan Stuttgart, harga barang-barang juga lebih murah di Berlin daripada Stuttgart. Juga ada restoran Indonesia disana. Makanya Berlin itu ngangenin.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog