TENTANG JODOH


Dulu, saat memasuki usia 20-an saya sudah mulai memikirkan jodoh. Jauh di ruang tersempit hati ini ada sebuah ketakutan tentang jodoh. Sempat terpikir kalau-kalau stok laki-laki di bumi ini habis dan tak tersisa satupun untuk saya. Begitu ada lelaki yang saya rasa cocok untuk dijadikan calon pendamping masa depan, saya pun tak berpikir panjang untuk menjalin hubungan dengannya. Ya, sebuah hubungan yang berlangsung selama empat tahun itu harus terhalang jarak yang cukup jauh.

Sering dan bahkan terlalu sering dia mengajak saya menikah. Dia juga berani menyampaikan hal itu kepada orangtua saya. Sayang sungguh sayang niat baiknya terbentur oleh cita-cita saya yang sangat tinggi. Satu sisi hati ini ingin menerima lamarannya, disisi lain si cita-cita terus memanggil-manggil untuk digapai. Entah kenapa hati ini tak juga siap menjadi permaisurinya.

Memang benar bahwa wanita adalah godaan terberat pria. Begitupun dia yang jauh dari pandangan mata. Hubungan kami memang selalu diganggu seorang wanita teman kantornya. Tak terhitung entah bagaimana dia selalu mencoba memisahkan kami. Singkat cerita dia dan wanita itu menikah tanpa sepengetahuan saya.

Hancur dan merasa Allah tidak adil pada saya. Dengan hati yang terbungkus luka lebam saya mencoba menggali lagi mimpi yang sudah saya kubur. Iya, mimpi untuk bisa menginjakkan kaki di Jerman saya gali kembali. Bermodalkan sebuah komputer tua saya mencoba mencari keluarga angkat di Jerman dan mengikuti program pertukaran budaya.

Februari 2012, dengan hati yang masih patah saya tertatih meninggalkan keluarga dan merantau seorang diri ke Jerman dan hanya membawa bekal uang satu juta rupiah.

Salju menyambut langkah pertama saya di Jerman. Perlahan saya mulai bisa membaca rencana Allah untuk saya. Dia memukul saya dengan begitu kerasnya sehingga saya merasa hidup saya usai hanya karena seorang laki-laki. Lalu, surprise luar biasa ini telah direncanakanNYA untuk saya. Saya merasa tidak percaya akhirnya bisa menghirup udara musim dingin Jerman.

Tempat tinggal yang jauh dari perkotaan membuat saya merasa kesepian. Kemudian saya mendaftar disebuah situs pertemanan internasional. Banyak yang mengirim pesan pada saya, tetapi hanya satu yang benar-benar serius berteman dan berniat bertemu. Seorang pria Turki, sebut saja Mr. Ottoman 😀

Tujuan awal mencari teman orang lokal adalah untuk membantu belajar Bahasa Jerman. Bahasa Jerman yang sudah saya pelajari sejak SMA itu ternyata begitu sulit dimengerti diawal-awal masa perantauan saya. Mr. Ottoman hampir tiap malam menelpon saya. Hal itu benar-benar membantu memperbaiki Bahasa Jerman saya yang saya kira sudah cukup baik, namun nyatanya masih dalam tahap merangkak.

Hanya beberapa minggu setelah perkenalan itu, Mr. Ottoman mengajak bertemu diluar. Saya menolak dan takut karena belum pernah bertemu dengan lelaki, apalagi lelaki bule sendirian diluar. Saya memintanya datang ke tempat tinggal saya karena di rumah itu ada banyak orang. Dia menolak karena dalam adat Turki, jika seorang laki-laki sudah mendatangi seorang wanita ke rumahnya artinya dia serius ingin menikah.

Perdebatan panjang pun terjadi. Kami masing-masing keukeh pada pendirian kami. Akhirnya dia mengalah dan datang ke rumah tempat tinggal saya yang harus dia tempuh selama dua jam perjalanan dari tempat tinggalnya.

AH….saya tidak pernah lupa bagaimana kami untuk pertama kalinya saling melihat dari kejauhan. Saya yang berdiri di balkon kamar sambil memegang ponsel, dan dia yang menengadahkan kepalanya dari dalam mobil Mercedez Benz dengan atap terbuka itu.

Saya yang membukakan pintu saat itu dan bingung harus bagaimana. Saya tidak terbiasa cipika cipiki ala bule. Akhirnya kami hanya say hello sambil tertawa tanpa alasan yang jelas.

Dia ngobrol dengan ibu pemilik rumah, sementara saya duduk di minibar dapur sambil sesekali memperhatikannya. Saya benar-benar canggung saat itu dan tidak bisa berbicara apa-apa seperti di telpon.

Tidak ada yang istimewa dari pertemuan itu dan hubungan kami tetap seperti sebelumnya. Walaupun sempat dia berucap ingin menikahi saya. Tetapi bagi saya itu hanyalah sebuah candaan. Mana mungkin seorang lelaki ingin menikahi seorang wanita yang baru sekali ia lihat secara langsung.

Saya sering sekali bercerita tentang kerinduan pada keluarga di Indonesia dan dia selalu menjadi pendengar terbaik saya. Saya juga sangat sering menceritakan bagaimana keluarga saya di Indonesia. Kurang dari sebulan dia sudah hafal seperti apa keluarga saya.

Sebulan kemudian dia kembali menemui saya. Kali ini dia datang tidak dengan tangan kosong seperti sebelumnya. Dia membawa bunga berwarna ungu kesukaan saya dan kado dengan kertas berwarna hijau. Kado itu berisi sebuah handphone model terbaru berwarna pink. Dia tahu handphone yang saya bawa dari Indonesia adalah handphone jadul yang hanya bisa sms-an.

Hal yang lebih mengejutkan lagi adalah dia kembali mengajak saya menikah. Dia mengatakan tidak ingin pacaran, melainkan menikah. Bahkan dia mengatakan berapa jumlah gajinya serta apa-apa saja yang harus ia bayarkan setiap bulannya. Dia merasa cocok dan memiliki tujuan hidup serta impian yang sama dengan saya.

Saya hubungi orangtua di Indonesia dan menceritakan semuanya. Jelas mereka tidak setuju karena begitu mendadak dan belum mengenal si Mr. Ottoman ini. Entah kenapa di lubuk hati yang terdalam saya menemukan kata “Ya” untuk lelaki yang baru saya kenal kurang lebih dua bulan ini. Dia tidak kaya, tetapi dia ingin sukses bersama saya dan sayapun ingin menjadi wanita yang menemaninya menggapai mimpi-mimpi hebatnya itu.

Beberapa hari kemudian mamak menghubungi saya. Mamak bilang kalau dia sudah solat istikharah dan merestui pernikahan kami. Lagi-lagi saya tidak mengerti soal rahasia Allah yang dia siapkan untuk saya. Sambil menunggu surat-surat resmi selesai, kami melangsungkan akad nikah di sebuah mesjid Arab di kota Stuttgart.

Sebuah akad nikah yang tidak biasa pun terjadi. Hanya saya dan dia, dua orang saksi dan penghulu yang semuanya orang Arab. Kami memilih mesjid Arab karena tidak ada mesjid lain yang bersedia menikahkan sebelum ada surat resmi dari pemerintah Jerman. Mesjid ini adalah satu-satunya mesjid yang bersedia menikahkan kami. Sang imam mengatakan bahwa jika dia tidak mau menikahkan kami, maka jika kami berbuat maksiat, mereka turut menanggung dosanya.

Tidak ada manusia yang tau tentang jodoh. Saya dan Mr. Ottoman tidak pernah menyangka bahwa kami berjodoh. Setelah menjadi Mrs. Ottoman, saya baru paham soal rencana Allah tentang jodoh. Jodoh bukanlah berapa lama hubungan pacaran itu terjalin, melainkan panggilan hati. Jika dia adalah jodohmu, hatimu pasti sangat yakin untuk menikah dengannya.

0



1 Comment

Masya Allah..suka banget sama kalimat yang terakhir Jika dia adalah jodohmu, hatimu pasti sangat yakin untuk menikah dengannya.
Barakallah ya mba

Reply
Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog