Pesta Ala Turki

Februari lalu keponakan Mr. Ottoman yang usianya hanya beberapa tahun dibawah saya melangsungkan resepsi pernikahan di Berlin. Sebenarnya mereka sudah menikah secara hukum Jerman beberapa bulan sebelumnya. Februari 2017 kami juga datang ke rumah mereka untuk acara lamaran. Tahapan-tahapan pernikahan ala Turki hampir mirip dengan adat Indonesia.

Di acara lamaran itu, keluarga dari pihak laki-laki membawa seserahan aneka jenis keperluan si calon istri mulai dari pakaian tidur, handuk, make up, kue-kue dan masih banyak lagi. Si tuan rumah juga sibuk mempersiapkan aneka jenis masakan untuk para tamu. Di puncak acara lamaran itu, si calon mempelai wanita akan membawakan segelas kopi turki untuk calon suaminya. Tapi kopi itu tidak diberi gula, melainkan garam dan si calon suami harus meminum kopi itu sampai habis jika tidak ingin lamarannya ditolak.

Oh ya, sebelum resepsi pernikahan, ada acara namanya Henna Abend. Kalau di Indonesia namanya malam berinai. Tapi dalam adat Turki acara ini hanya untuk perempuan dan bukan acara memakai inai yang sebenarnya. Ini semacam acara perpisahan melepas masa gadis. Bisa dibilang juga seperti pesta karena biasanya juga sewa gedung dan musik. Satu-satunya laki-laki dewasa yang datang ya si calon mempelai saja. Acara puncaknya nanti kedua calon mempelai duduk dengan kepala ditutup kain transparan. Lalu tangannya dikasih inai bentuk bulat dan ditutup kain. Ini hanya simbol, inainya akan langsung dilepas.

Ibu, tante, sepupu-sepupu dan teman-teman masing-masing akan memakaikan inai ditangan mempelai. Sebagian juga ngasih amplop. Setelah itu mempelai dikelilingi teman-teman dan kerabat dengan membentuk lingkaran. Nah, yang kurang cocoknya disini buat saya. Jadi kebanyakan di acara ini tuh pakaiannya sexy dan minim. Tapi saat mengelilingi calon mempelai, mereka mengucapkan takbir. Bagi mereka itu hanyalah bagian dari tradisi. Acara berlanjut dengan joget-joget, makan sebentar dan joget-joget lagi sampe pagi. Saya sendiri kurang suka dengan acara-acara begini.

Kembali ke resepsi pernikahan. Mr. Ottoman sendiri kurang suka ke acara pernikahan. Dia jarang sekali menghadiri pernikahan, nggak seperti abang-abangnya yang sering ke acara nikahan orang Turki. Berhubung yang nikah adalah keponakannya, nggak ada alasan untuk nggak hadir.

Uang sewa gedungnya sendiri 5000 euro untuk jumlah tamu mungkin 1000 an orang. Saya kurang tau tepatnya berapa. Baju pengantinnya seharga 2000 euro. Belum lagi biaya catering dan lain-lainnya. Pesta orang Turki biasanya minimal menghabiskan dana 20.000 euro. Nggak heran sampe ada yang jual rumah hanya untuk resepsi pernikahan.

Mr. Ottoman bilang, orang Jerman lebih memilih pernikahan yang sederhana dengan mengundang beberapa orang terdekat saja dan menginvestasikan uangnya untuk beli rumah. Sedangkan orang Turki lebih memilih menghabiskan uangnya untuk pesta pernikahan mewah dan perabotan rumah yang berganti-ganti.

Saya dan Mr. Ottoman sama-sama sepakat kalau uang segitu lebih baik dihabiskan untuk travelling ketimbang pesta mewah yang cuma beberapa jam saja. Untuk masalah ini, kami berdua punya selera yang sama 😀

Hampir sama seperti di Indonesia, hampir seluruh keluarga datang ke Berlin dan menginap. Ada yang dari Turki, Austria, Perancis dan Belanda. Tentu rumah mereka yang dua lantai dengan 4 kamar tidur itu nggak cukup menampung semua tamu. Sebagian tidur di hotel, termasuk kami. Sebenernya saya yang dari awal request ke Mr. Ottoman untuk menginap di hotel karena saya nggak bisa nggak mandi kalau diluar rumah begini. Meskipun itu di musim dingin seperti saat itu. Sedangkan mereka itu nggak setiap hari mandi, apalagi musim dingin. Nah, disinilah bedanya. Meskipun mereka itu pembersih, tapi tetap aja nggak mandi setiap hari. Katanya sih harus hemat air. Memang sih ya biaya di Jerman itu mahal, termasuk air. Tapi ya tetap aja saya nggak nyaman klo nggak mandi. Seenggaknya ya siram-siram aja deh biar seger. Apalagi pas ada acara begini. Klo tidur di hotel kan saya bebas mau mandi berapa lama 😀

Alasan lainnya yang membuat saya enggan menginap disana karena dulu saya sudah pernah dua kali mengunjungi mereka dan pintu kamar nggak boleh dikunci sama kakak ipar saya. Katanya dia mau bolak-balik masuk ambil barang. Aneh aja gitu buat saya. Klo di keluarga saya di Indonesia, biasanya saat ada tamu yang menginap di rumah, kami merasa nggak enak klo harus keluar masuk ruangan tempat si tamu menginap. Kurang sopan rasanya dan pasti si tamu merasa kurang nyaman. Terlebih jika yang menginap itu adalah suami istri. Tapi bagi orang Turki sepertinya hal ini adalah hal yang wajar. Bagi mereka, orang yang lebih tua bebas ngapain aja ke yang muda dan yang muda harus menerima sebagai bentuk respek terhadap yang tua. Ini yang kurang cocok di saya dan nggak mau saya ikuti. (Nanti saya coba buat tulisan tersendiri soal perbedaan respeknya orang Turki dan Indonesia ya)

Duh…jadi ngawur nih tulisannya. Balik lagi ke pestanya ponakan Mr. Ottoman ya.

Pagi-pagi kami udah bangun karena sesuai perintah tetua keluarga alias mamer, kami harus sarapan disana. Tapi saya lebih milih sarapan di hotel karena menu disana pasti nggak ada yang saya sukai. Mending sarapan di hotel. Lebih tenang juga suasananya. Iya, saya memang kurang suka klo ngumpul-ngumpul terlalu rame begitu.

Tapi tetap aja saya diburu-buru sarapannya sama Mr. Ottoman karena kami harus bareng sama saudara dari Austria yang juga nginep di hotel itu. 2 roti croissant dan omlet cukup lah ya buat nahan sampe makan malam. Kali aja mereka repot dan nggak ada makan siang di rumah atau menunya lagi-lagi nggak cocok di lidah saya.

Begitu nyampe, Mr. Ottoman langsung disambut mamanya. Saya langsung ke dapur bantuin kakak-kakak ipar saya yang sedang sibuk masak buat sarapan. Sementara anak-anak gadis malas-malasan di kamar, asik ngobrol. Ini nih yang nggak cocok di saya. Mereka itu gadis-gadis yang udah mulai masuk usia 20-an, tapi setiap ada pertemuan keluarga selalu aja mamanya yang paling repot. Paling banter mereka cuma bantu susun piring. Kadang suka kesel liatnya.

Saya sebenernya bingung mau ngapain soalnya semakin siang semakin banyak orang yang datang. Ternyata di rumah juga ada masak-masak untuk makan siang tamu. Juga ada kue-kue dan pastinya baklava. Rumah semakin penuh, saya naik aja ke atas, di kamar sama gadis-gadis yang lagi asik ngobrol. Saya memang lebih masuk ke gadis-gadis dibandingkan kakak-kakak ipar dan mamer. Soalnya klo sama yang tua-tua ngomonginnya urusan dapur dan pekerjaan rumah mulu. Kurang tertarik saya 😀

Singkat cerita, jam 3 an si pengantin wanita pun baru pulang dari salon. Jadi nggak ada tuh bidan pengantin seperti di Indonesia datang ke rumah. Make upnya juga biasa aja. Kirain kita udah mau pergi ke tempat acara. Ternyata belum. Bosen nunggunya.

Akhirnya jam 5 sore datang juga tuh rombongan mempelai pria. Bawa alat musik yang suaranya bangunin orang sekomplek. Beneran ini, orang satu komplek pada keluar nontonin mereka yang udah joget-joget di jalanan. Berhubung si mempelai pria udah nggak punya ayah, jadi dia ditemenin pamannya.

Ada yang mirip dengan tradisi batak. Jadi pengantin wanita udah disembunyiin. Terus nanti si mempelai laki-laki dan rombongannya nggak boleh masuk sebelum ngasi duit ke adiknya mempelai wanita. Pas udah deal sama si adik, mempelai laki-laki masih harus nyari-nyari si mempelai wanita. Saya nggak tau lagi apa yang terjadi karena waktu itu saya di halaman, nggak bisa masuk kedalam sangking penuhnya tu rumah.

Ohya, sebelum si mempelai lelaki datang, mempelai wanita salam-salaman dan peluk-pelukan dulu sama keluarganya sebagai simbol minta izin untuk menikah. Ada nangis-nangisannya juga. Saya juga nggak suka acara seperti ini. Saya nggak suka yang sedih-sedih, makanya saya juga nggak buat yang begini saat resepsi di Indonesia. Semuanya sedih dan nangis-nangis, saya doank yang nggak 😀

Lanjut lagi, setelah si mempelai laki-laki berhasil menemukan istrinya, keluarlah mereka. Joget-joget dulu di jalanan sebelum masuk mobil. Saya dan Mr. Ottoman termasuk rombongan pengiring pengantin. Tiga keponakan juga ikut di mobil kami. Sementara yang lainnya langsung ke tempat acara.

Terus kita semua konvoi sambil ngibar-ngibarin bendera Turki dan berhenti di Brandenburgertor yang terkenal itu. Pas nyampe sana udah ada pengantin Turki lainnya yang duluan joget-joget dan foto-foto. Tapi nggak lama. Terus lanjut lah tuh musik dimainkan, joget-jogetlah lagi semuanya yang ikut ngiringi pengantin kecuali saya dan Mr. Ottoman.

Joget-joget terus foto-foto sampe polisi datang baru kami pergi. Hahahahahahahaha….kocak deh orang Turki.

Sekitar jam 7 malam akhirnya acara dimulai juga. Pestanya orang Turki itu nggak ada acara macem-macem selain joget-joget. Begitu pengantin masuk, joget-joget lagi. Istirahat makan malam, lanjut joget lagi. Yang nggak joget cuma yang udah nenek-nenek dan kakek-kakek sepuh aja, sama anak bayi. Saya juga nggak joget sih. Lucunya Mr. Ottoman minta izin dulu ke saya mau ikutan joget ala Turki bareng keluarganya karena dia tau saya nggak suka. Dia sendiri juga nggak suka joget-joget. Katanya sih cuma untuk menghargai keluarga aja, itu juga cuma tepuk-tepuk tangan doank. Tapi klo berduaan di rumah, kami sering joget lho 😀 . Iya, beraninya joget-joget cuma pas berdua aja…hahahahahahahaha…..

Joget-jogetnya di stop untuk acara penyerahan emas dan uang. Pestanya orang Turki disebutin satu-satu tamunya ngasi apa dan berapa. Jadi pengantinnya dipasang kain merah di lehernya untuk nyantolin uang. Pertama-tama keluarga dekatnya yang dipanggil. Mulai dari om-omnya. Kami dapat urutan no 3.

Setelah itu acara potong kue dan foto-foto keluarga. Saya kirain kue yang bertingkat-tingkat itu beneran kue semuanya. Nggak taunya bohongan. Nggak semuanya kue beneran.

Oh ya, jadi di bagian lain ruangan ini juga ada bar yang nyediain minuman Turki semacam teh dan kopi gitu. Pas Mr. Ottoman bilang ada teh turki, saya langsung minta ambilin satu gelas. Dibawain lah sama dia. Teh turki kan gelasnya kecil ya, jadi saya mau nambah. Terus Mr. Ottoman nanya apa saya punya uang recehan apa nggak. Heran donk ya buat apaan. Taunya itu teh nggak gratis padahal ada ditengah-tengah acara pesta. 1 gelas harganya 1 euro. Saya ngomel lah ke si mister. Saya bilang, kok aneh ya. Masa kita ke pesta suruh bayar minuman. Tau sendiri kan gimana orang Medan ngomong. Suaranya nyaring sampe si mister ngasi aba-aba nyuruh diem. Akhirnya dia pergi dan balik bawa nampan yang isinya 4 gelas teh turki.

Joget-jogetnya lanjut terus donk. Semakin malam musiknya pun berubah jadi musik disko. Saya nggak tahan lama-lama. Alasan kasian sama mamer yang udah tua, saya ajak Mr. Ottoman pulang di jam 00.00 waktu Berlin. Pulanglah kami bareng 3 orang kakek-kakek dan nenek-nenek. Sebelum ke hotel, kami antar mereka dulu ke rumah kakak ipar.

Dan pestanya bener-bener sampe pagi. Yang lain pulang jam 5 pagi. Gila bener deh! Joget-joget sampe jam 5 pagi. Si pengantin langsung terbang bulan madu tanpa tidur.

Jadi, pesta orang Turki itu ya joget, joget dan joget. Kalo mau jadi pengantin Turki, harus bisa dan PeDe joget-joget diliatin orang banyak. Pengecualian khusus saya yang nggak mau disuruh joget-joget 😀

Klo mau liat gimana acaranya, please watch my vlog below!

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog