Banyak teman-teman muslim di Indonesia yang mengeluh soal suasana ramadan tahun ini yang jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Andai kalian yang selalu menjalankan ibadah puasa ramadan dan berlebaran di Indonesia merasakan sekali saja bagaimana rasanya puasa dan lebaran di Eropa, pasti keluhan-keluhan itu enggan terucap dari mulut kalian. Walaupun masih dilanda corona, tapi alhamdulillah masih bisa bukber alias buka bersama. Bukber saat corona, kok bisa?
Netizen yang budiman, jangan julid dulu yes. Sebelum nyeritain soal bukbernya, saya mau sedikit cerita tentang perkembangan corona di Jerman.
Ketika acara bukber ini dilaksanakan, alhamdulillah wa syukurillah semi lockdown di Jerman sudah mulai longgar. Toko-toko seluas 800m² sudah boleh buka. Ngumpul-ngumpul rame diluaran masih dilarang, tapi didalam rumah boleh dengan catatan maksimal 10 orang dan kami hanya 8 orang. Itupun yang boleh saling mengunjungi adalah keluarga dan teman dekat. Klo yang nggak terlalu kenal ya ngapain ngumpul dan saling mengunjungi. Tapi kami saudara kok, saudara setanah air 😀
Dan saat artikel ini ditulis, peraturan di Jerman sudah lebih longgar lagi. Semua toko sudah boleh buka baik yang besar maupun kecil. Jerman memang menjadi salah satu negara di Eropa dengan tingkat kematian akibat corona terendah. Tapi wajib masker saat diluar rumah masih berjalan.
Kembali ke cerita bukber yang diadakan seminggu lalu tepatnya pada 9 Ramadan. FYI, pastinya ramadan di Jerman itu nggak ada apa-apanya dibandingkan di Indonesia. Nggak ada kehebohan orang bangunin sahur, jualan takjil, tadarus di mesjid dan segala keriuhan atmosfir ramadan lainnya. Jangankan di Jerman, di Turki pun tak semeriah di Indonesia. Udah nggak ada atmosfir ramadannya, puasanya 17 jam pula 😀
Dulu-dulu waktu pertama-tama di Jerman selalu nangis keinget puasa di Indonesia. Perasaannya nggak bisa diungkapkan lagi lah sedihnya. Tapi beberapa tahun belakangan sih enggak karena udah kenal banyak orang Indonesia. Biasanya agenda buka bersama selalu penuh, apalagi pas weekend.
Karena tahun ini nggak ada agenda buka bersama yang rame-rame, akhirnya genk grup makan-makan yang diketuai Kak Evy yang juga bersuamikan Turki mengadakan bukber sekaligus untuk merayakan kelulusan master dua orang anggota kami Riska dan Fitri. Umur mereka sama sama saya, beda di status dan berat badan aja 😀
Nggak ada agenda khusus sih di acara bukber ini. Cuma ngumpul-ngumpul dan masak bareng aja. Walaupun saya nggak bantuin masak. Berhubung ada tiga anak gadis, yang udah mamak-mamak nggak perlu turun tangan lagi. Udah cukup joget-joget di dapur rumah sendiri aja 😀
Ada dua menu yang disediain. Iya, nggak boleh egois mentang-mentang lebih banyak orang Indonesianya, 3 orang lelaki Turki yang ada disana kan nggak harus terpaksa makan makanan Indonesia yang bersantan, berlemak serta mengandung banyak cabe itu.
Untuk menu Turki ada yoğurtlu patlıcanlı meze (terong goreng yang dicincang halus, dicampur yogurt, dikasih garam dan bawang putih halus, terakhir dituang dressing minyak zaitun yang dipanasin sama paprika bubuk), dolma (paprika yang diisi daging giling atau nasi dan sejenisnya, terus dimasak pake saus tomat), yayla çorbası (sup yogurt isi nasi) dan salat. Klo soal rasa jangan tanya saya. Makanan-makanan itu nggak ada yang saya suka kecuali salat. Ini soal selera aja sih. Klo Mr. Ottoman bilang lidah saya udah mati karena kebanyakan makan sambel 😀 Makanya makanan Turki jarang ada yang cocok di lidah saya.
Sedangkan menu Indonesianya ada lontong, sayur gule daging campur kentang, tahu dan lain-lain, bihun goreng, sambel kentang hati, kerupuk, lupis, es buah. Nah, yang ini baru surga dunia. Apalagi buat yang tinggal di Jerman, surga firdaus lah makanan beginian 😀
Makanan sengaja dipisah, yang Indonesia langsung ambil posisi di meja tamu karena kami mau duduk lesehan sambil ketawa-ketiwi ngobrolin makanan. Sedangkan para lelaki Turki duduk manis di meja makan ngomongin hal-hal yang lebih berbobot semacam dunia IT. Benar-benar physical distancing dari para sultan Ottoman.
Buka puasa di Jerman sekitar jam 9 malam. Pertama kami cuma makan kurma dan minum air putih, langsung solat maghrib berjama’ah. Sedih pas denger azan yang dilantunkan Zia Abi suaminya Kak Evy. Seenggaknya ada sedikit suasana ramadannya. Soalnya beda lho denger azan dari mesin azan di rumah sama denger azan secara langsung.
Ngobrol ngalor ngidul nggak terasa udah mau tengah malam aja. Ya iyalah, buka puasanya aja udah mendekati tengah malam. Akhirnya kami pamit pulang setelah bantu beberes dan dibungkusin banyak makanan ini itu.
Ok gaes, sampe disini aja ceritanya. Mudah-mudahan corona cepat musnah ya supaya bisa ngumpul-ngumpul lagi sama yang tersayang.
Selamat menjalankan ibadah puasa!
2 Comments
Dyah Yasmina 16. Mai 2020 at 3:37
Ini salah satu bukti keberhasilan pemerintah yang cepat bertindak saat wabah corona pertama kali muncul. Ceritanya bikin sirik yang buka puasa bersamanya masih pakai zoom, nih.
AnneYaa 16. Mai 2020 at 7:13
Mudah-mudahan Indonesia juga segera pulih 🙂