Bagi-bagi Takjil Nasi Kuning di Jerman

Tahun 2020 lalu saya kira adalah tahun terburuk. Hidup sebagai minoritas muslim saja tidak mudah di negara yang serba bebas ini. Ditambah lagi kehadiran corona yang kala itu masih belum jelas bagaimana mengatasinya. Walaupun Ramadan 2020 tidak seperti biasanya, tapi saya dan beberapa teman dekat sempat mengadakan buka puasa bersama dua kali di rumah. Dulu-dulu sih jadwal buka puasa bersama itu selalu penuh. Di musholla Indonesia di daerah kami saja biasanya mengadakan acara buka puasa bersama setiap akhir pekan. Belum lagi saya juga mengikuti pengajian keluarga orang-orang Indonesia di kota sebelah yang biasanya juga mengadakan acara buka puasa bersama. Lalu ada lagi acara buka puasa bersama undangan dari mesjid dan juga secara personal dari teman-teman.

Hal-hal semacam itu membuat saya lupa bahwa saya disini adalah kaum minoritas. Memang sih nggak kedengeran azan atau suara orang bangunin sahur. Nggak ada juga kemeriahan orang jualan takjil. Tapi begitu ngumpul sesama muslim, bukan cuma muslim Indonesia, Ramadan vibes langsung terasa.

2021, setahun setelah corona justru tidak lebih baik dari tahun sebelumnya. Dalam hal ini adalah suasana Ramadannya. Kenapa saya bilang begitu? Karena Jerman lockdownnya nggak selesai-selesai. Udah 7 bulan lockdown dan belum ada tanda-tanda back to normal. Ibunda Merkel masih takut corona semakin parah di Jerman.

Karena lockdown pastinya ada pembatasan jam malam. Jam 9 malam nggak boleh ada yang berkeliaran di luar kecuali yang berkepentingan mendesak. Dari jam 9 malam sampai jam 5 pagi adalah waktu terlarang untuk keluar rumah. Hal ini juga yang membuat Ramadan 2021 lebih berbeda lagi dari Ramadan 2020.

Sudah pasti 2021 ini tidak ada acara buka puasa bersama meskipun itu hanya close friends yang cuma lima orang. Satu-satunya kegiatan offline di Ramadan 2021 ini adalah berbagi takjil buka puasa setiap jum’at, sabtu, minggu.

Sama seperti tahun lalu, saya juga turut berpartisipasi dan memilih hari jum’at biar pahalanya itu klo dalam istilah orang Jerman bilangnya doppel gemoppel alias dobel-dobel.

Btw, kegiatan ini ada panitianya. Jadi nggak asal ngasi. Penerima dan donaturnya juga daftar dulu. Walau sebenernya ya konteks bagi-bagi takjil ini ya beda dengan di Indonesia karena disini kan nggak ada orang-orang yang kurang mampu dengan tingkatan seperti di Indonesia. Gelandangan sih banyak disini, tapi ya itu karena pilihan mereka sendiri.

Penerimanya ya mostly mahasiswa dan sejenisnya yang nggak sempat masak atau nggak punya tempat buat masak masakan Indonesia yang bikin repot dan kadang baunya bikin tetangga demo ๐Ÿ˜€

Nah, di Jum’at pertama ini saya bawa nasi kuning. Kebayang nggak sih repotnya masak sendirian nggak ada yang bantuin. Kebetulan saya cuma bawa 10 box aja. Tapi ya lumayan repot juga. Belum lagi aneka kondimennya yang lumayan banyak. Tapi entah kenapa saya sepertinya hobi merepotkan diri klo soal masak-masak ๐Ÿ˜€ Padahal kan nggak ada yang marah juga ya klo saya bawa nasi kuningnya dengan 3 jenis lauk aja. Ini nggak, ngerepot-repotin diri dengan masak 7 jenis lauk. Rendang, ayam panggang bumbu kuning, sambel kentang+udang+pete, serundeng, telur dadar, mie goreng dan tumis buncis.

Nasi kuning dan kawan-kawannya

Sambel kentang+udang+petenya udah saya masak dari kemarinnya. Lumayan hemat waktu sedikit aja. Minusnya lagi saya itu nggak punya management waktu yang baik. Di awal santai karena mikirnya masih banyak waktu, lalu satu jam sebelum waktu pengantaran pasti repot sendiri biasanya.

Saya mulai dengan masak nasi kuningnya dulu biar aman karena kan nasi butuh waktu yang cukup lumayan untuk proses tanaknya. Saya mulai masaknya juga siang sih, setelah solat zuhur lebih tepatnya. Jadi bisa dibilang lumayan ngebut karena menurut jadwal jam 6 sore panitia sudah stand by di titik kumpul.

Oiya, lupa. Rendang juga udah dimasak dari kemarinnya karena saya klo masak rendang cukup di api paling kecil aja. Bisa sehari semalam dibiarin sampe item. Lalu disusul dengan masak lauk-lauk lainnya.

Step selanjutnya pastinya bungkus-bungkus. Setelah itu baru deh dianterin si mas ke pusat kota yang cuma butuh waktu 5-10 menit aja naik mobil.

Nasi kuning siap diantar

Nyampe di Karlplatz yang jadi titik kumpul ternyata masih ada satu orang panitia yang udah datang. Yang lainnya masih belum nyampe.

Kebetulan hari itu, 16 April 2021 menjadi hari pertama bagi-bagi takjil di Stuttgart. Antusiasme ibu-ibu buat masak takjil masih tinggi. Nggak cuma ngasi takjil aja, tapi saya juga dapat takjil dari orang lain. Tukar-tukaran gitu. Indahnya berbagi di bulan suci.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog