Allahuakbar allahuakbar allahuakbar. Laa ilahaillallahu wallahu akbar. Allahu akbar walillahilhamd.
20 Juli 2021 lalu kita umat muslim di seluruh dunia sama-sama merayakan Idul Adha atau Hari Raya Kurban. Mungkin beberapa dari kita merayakan Idul Adha tahun ini dengan tidak biasa dan tidak baik-baik saja. Dunia pun turut mencacat kalau sekarang ini Indonesia menempati peringkat pertama dengan jumlah penderita corona terbanyak di dunia. Sudah mengalahkan India. Setidaknya itulah berita yang saya baca beberapa waktu lalu di majalah online Jerman.
Sedih pastinya. Meskipun keluarga inti saya semuanya sehat-sehat saja, tapi setiap hari pasti saya mendengar ucapan innalillahi wa inna ilaihi roji’un yang ditujukan ke orang yang saya kenal. Saya cuma bisa berdoa semoga Indonesia cepat pulih.
Tahun ini mungkin masih belum rezeki saya untuk merayakan Idul Fitri dan Idul Adha bersama keluarga di Indonesia. Idul Adha kali ini lagi-lagi saya masih di Jerman. Tapi tiada henti saya berucap alhamdulillah karena keadaan di Jerman sudah mulai membaik. Kami mendapat izin untuk melaksanakan Salat Idul Adha di Lapangan Linsenhofen, Jerman. Sekaligus merayakan Idul Adha setelahnya di sana juga.
Tahun lalu pun kami merayakannya di tempat ini juga. Bedanya tahun lalu hanya 20 orang saja. Tahun ini ada sekitar 70 orang dewasa dan anak-anak.
Setelah tujuh bulan lockdown dan sekitar setahun lebih nggak bisa kumpul-kumpul dengan jumlah yang cukup ramai begini, akhirnya bisa merasakan hidup bebas lagi.
Demi tetap menjaga kesehatan bersama, juga untuk tetap mengurangi penyebaran virus corona, acara perayaan Idul Adha kali ini pun dilaksanakan dengan tetap mengikuti protokol kesehatan. Setiap peserta dewasa wajib membawa buku vaksin full bagi yang sudah vaksin lengkap atau membawa hasil tes antigen negativ.
Tidak lupa panitia menyediakan masker meskipun sudah tidak wajib menggunakan masker lagi, tes antigen, disinfektan dan tempat untuk cuci tangan.
Setiap orang juga wajib membawa alat salat dan alat makannya masing-masing. Berhubung alat makan sekali pakai dari plastik dan sejenisnya yang merusak lingkungan sudah dilarang di Jerman.
Untuk urusan konsumsi tetap dilakukan seperti acara kumpul-kumpul biasanya. Siapa saja boleh membawa makanan apa saja yang penting halalan toyyiban. Nggak bawa juga nggak apa-apa. Karena mottonya memang yang penting kumpul.
Salat Idul Adha dilaksanakan jam 9 pagi. Imam dan khatib dibawakan oleh Mas Sutrisno, orang Indonesia yang sudah lama tinggal di Jerman. Isi khutbah Idul Adha kali ini sama saja seperti khutbah Idul Adha pada umumnya yaitu tentang kisah Nabi Ibrahim dan anaknya Nabi Ismail. Tapi tidak lupa pula kami selipkan doa untuk Indonesia, tanah air kami yang jauh di mata dekat di hati.
Selesai salat apakah kami langsung makan? Pastinya tidak. Tebak lah apa yang kami lakukan selanjutnya?
Perut udah lapar tapi foto keluarga besar itu juga salah satu kewajiban. Si mas udah ngomel diem-diem karena udah laper 😀 Nggak berani ngomel kuat-kuat. You know lah orang Indonesia klo foto mana cukup satu dua tiga kali. Minimal 10 lah baru bisa dibilang berfoto. Foto pake hp si A, si B si C. Lanjut pake kamera si D, si E dan si F. Terus liat hasilnya dulu, klo bagus baru boleh bubar barisan.
Foto-foto usai, masih belum boleh makan. Padahal lontong sayur, rendang, sate, klepon dan teman-temannya udah manggil-manggil. Rupa-rupanya sederet makanan lezat itu pun masih harus difoto juga sebagai kenang-kenangan. Untung nggak sampe 10 kali take.
Akhirnya bisa makan juga. Udah hampir jam 11, udah mendekati waktu makan siang. Si mas cuma makan aneka kue. Maklumin aja, orang Turki nggak biasa sarapan makanan berat berbumbu padat pula. Klo saya sih langsung ambil lontong plus sayur-sayurannya. Nggak lupa ambil peyek dan kerupuk juga biar lebih mantap. Makan peyek ini mungkin cuma setahun dua kali selama corona. Nunggu Idul Fitri dan Idul Adha 😀 Karena saya nggak pinter buat peyek dan peyek ini buatan mba Weni yang terkenal paling lezat se-Negara Bagian Baden-Württemberg.
Selesai makan nggak langsung pulang donk. Acara masih lanjut sampe sore. Makanan dan minuman juga masih banyak.
Acara selanjutnya ada games anak-anak dan dewasa. Sebagian ada yang main catur, main badminton dan main-main lainnya. Acara bebas sih. Setelah itu masih lanjut bbq-an.
Selain acara di atas, para ibu yang pernah punya anak kecil dan sekarang anaknya sudah membesar mengadakan bazar baju anak-anak. Ini nggak dijual, siapa aja boleh ambil klo mau.
Capek makan, dilanjut tidur-tiduran. Bangun tidur makan lagi. Habis makan bisa main badminton biar laper lagi terus makan lagi 😀 Gitu aja deh kegiatannya hari ini.
Berhubung besoknya sebagian besar pada kerja, kamipun bubar jam 6 sore. Pastinya sebelum bubar, kami bersihin dulu Lapangan Linsenhofen ini. Sampah-sampah dibuang sesuai dengan jenisnya. Pokoknya nggak boleh ninggalin sampah secuil pun. Bukan karena acara ini juga dipantau pemerintah setempat, tapi memang islam mengajarkan kita untuk selalu menjaga kebersihan.
Akhir kata, Selamat Hari Raya Idul Adha 1442 hijriah. Mohon maaf lahir dan bathin.