Entah sudah menjadi kutukan atau hanya karena kebiasaan, kebanyakan orang Indonesia tergolong lambat. Baik itu dalam bekerja maupun dalam kegiatan sehari-hari. Begitupun dengan saya. Meskipun bagi orang Indonesia, apa yang saya kerjakan termasuk normal dan biasa saja, tidak demikian bagi orang-orang di Jerman.
Contohnya saja saat saya mengerjakan pekerjaan rumah seperti memasak, beberes rumah, menyetrika dan lain-lain. Saya selalu membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan kakak-kakak ipar saya. Saat melihat saya bekerja, mereka semua sepakat bahwa saya ini lambat. Awalnya Mr. Ottoman meminta saya belajar untuk lebih cepat dalam segala hal. Menurutnya akan lebih efisien dan sisa waktu saya bisa saya gunakan untuk hal lainnya.
Beberapa tahun sudah berlalu, Mr. Ottoman sadar bahwa saya memang lambat dan sulit berubah menjadi si cepat. Jika saya perhatikan, ini memang keturunan di keluarga saya. Mamak saya pun lambat dalam mengerjakan pekerjaan rumahtangga. Akhirnya Mr. Ottoman berhenti mengomentari istrinya yang lambat.
Secara global, segala aspek kehidupan di Jerman memang dikerjakan dengan cepat. Di supermarket dan toko-toko kita tidak akan pernah melihat pekerjanya santai-santai apalagi bisa main gadget seperti di Indonesia. Mereka juga dituntut untuk bisa merangkap segala bidang seperti menjadi kasir, menyusun dan merapikan barang-barang. Jika pembeli sepi, kasir hanya akan dibuka satu saja. Lalu mereka mengerjakan pekerjaan lain dan bukan bersantai-santai. Bahkan saat kita bertanya tentang sebuah produk pun mereka akan menjawab dengan singkat dan padat.
Pembeli di supermarket Jerman juga tidak bisa bermanja-manja seperti di Indonesia. Tidak ada pekerja yang memasukkan barang-barang belanjaan ke kantong plastik. Selain itu, disini juga tidak ada kantong plastik gratis. Kebanyakan bawa sendiri dari rumah atau beli ditempat.
Si kasir pun bekerja sangat cepat. Jadi kita juga harus ligat memasukkan barang-barang yang kita beli. Dulu saya cukup kewalahan saat pertama-tama belanja sendirian di supermarket. Gerakan tangan saya memindahkan barang-barang yang saya beli dari meja kasir ke troli tak mampu mengejar kecepatan si penghitung harga. Lama-lama saya belajar mengatur barang belanjaan. Saya membariskan barang-barang belanjaan saya dari yang berat ke yang ringan. Hal ini membuat saya bisa lebih cepat memindahkan barang-barang setelah discan si kasir.
Di bidang transportasi Jerman juga serba cepat. Bahkan kadang bus, tram dan kereta bisa datang lebih cepat. Jika terlambat lima menit saja pasti pihak terkait akan langsung mengumumkan dan meminta maaf.
Ada cerita lucu dan haru seorang teman saya saat dia baru pindah ke Jerman mengikuti suaminya yang melanjutkan pendidikan s3. Di Indonesia dia terbiasa dilayani. Punya pembantu dan supir, naik turun mobil mewah, pulang kerja anak-anaknya sudah rapi dan makanan pun sudah tersedia di meja makan. Dia menangisi awal kehidupannya di Jerman. Berawal dari belanja di supermarket yang harus serba cepat saat di kasir dan memasukkan sendiri barang belanjaan, naik bus umum yang juga harus cepat karena saat itu mereka belum beli mobil sampai harus mengerjakan pekerjaan rumah sendiri tanpa pembantu. Tapi akhirnya dia justru mencintai kehidupannya sekarang. Dia merasa bisa menjadi ibu rumahtangga yang sesungguhnya dan bisa lebih dekat dengan anak-anaknya.
Jerman juga dikenal sebagai negara yang ramah bagi pejalan kaki. Negara ini menyiapkan jalan untuk pejalan kaki dan pejalan kaki adalah raja jalanan. Umumnya lampu lalu lintas menyediakan tanda khusus untuk pejalan kaki. Sebagian jalan yang tidak ada lampu lalu lintasnya membuat pengendara kendaraan bermotor harus tunduk pada pejalan kaki. Mereka harus berhenti saat ada pejalan kaki yang ingin menyebrang jalan.
Dengan kondisi yang nyaman jelas membuat banyak orang di Jerman menyukai jalan kaki. Masih sama seperti hal lainnya, pejalan kaki lokal juga berjalan sangat cepat dan saya biasanya selalu tertinggal dari mereka.
Menjadi si lambat di negeri serba cepat ini mengajarkan saya banyak hal, meskipun saya belum bisa secepat orang lokal. Contohnya dalam menggunakan waktu seefisien mungkin dan bekerja tidak sambil bermain. Mereka selalu meletakkan segala hal pada tempatnya. Bekerja ya bekerja dan saat santai tidak akan dicampur dengan urusan pekerjaan.