Musim dingin tahun ini berbeda dengan musim dingin sebelum-sebelumnya. Lockdown yang nggak berkesudahan membuat kami terpaksa nggak kemana-mana. Bukan kami aja sih, tapi keknya semua orang kecuali yang nekat dan punya urusan penting. Tahun-tahun yang sudah berlalu biasanya kami menghabiskan musim dingin dengan liburan ke Indonesia atau melipir sebentar ke negara tetangga seperti Swiss, Austria dan Liechtenstein. Lockdown ini membuat saya lebih peka dengan daerah tempat saya tinggal. Sebenarnya banyak juga spot-spot cantik dengan salju tebal di Stuttgart. Salah satunya Birkenkopf, puncak tertinggi Stuttgart & tempat pembuangan sisa Perang Dunia II.
Waktu itu salju lagi lebat-lebatnya turun. Semua kawasan Kota Stuttgart pun memutih. Langsung saya ajak si mas jalan ke Birkenkopf yang jaraknya sekitar 8,2 km dari rumah kami. Kami membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai kesana. Dan disana ternyata saljunya lebih tebal dan dingin daripada di kawasan rumah kami.
Sejarah Birkenkopf
Birkenkopf merupakan puncak tertinggi di kawasan perkotaan Stuttgart. Tingginya mencapai 509,4 meter. Sekitar tahun 1953 sampai tahun 1957, ketinggiannya naik sekitar 40,2 meter. Kok bisa?
Jangan pikir kalau Birkenkopf ini adalah tanah yang bisa bertumbuh. Tanah disini itu tanah biasa aja kok. Ketinggian 40,2 meter itu adalah warisan dari Perang Dunia II. Jadi, tahun 1953 adalah 8 tahun dimana Perang Dunia II baru saja usai dan Jerman masih merangkak untuk menata kembali negaranya yang porak-poranda akibat kalah perang.
Tercatat ada sekitar 53 serangan udara yang menghantam Kota Stuttgart selama Perang Dunia II. 45% bangunan di Stuttgart hancur dan 60% tempat tinggal warga tidak bisa lagi ditempati. Karena ingin menata kembali Kota Stuttgart, pelan-pelan puing-puing sisa Perang Dunia II itupun dibersihkan dan diangkut ke Birkenkopf.
Sekitar 150.000.000 meter kubik sisa-sisa bangunan yang hancur akibat perang itu diungsikan ke Birkenkopf. Itulah sebabnya ketinggiannya bertambah 40,2 meter. Lah kenapa nggak dibuang aja atau dihancurin gitu?
Gaes, Jerman itu sangat menghargai sejarah dan peradaban bangsanya kecuali kelakuan Hitler yang membantai orang Yahudi. Mau sebiji batu pun kalau itu ada hubungannya sama sejarah penting negaranya, pasti disimpan dan dirawat.
Sayangnya saya lupa ambil foto bebatuan berbentuk balok sisa-sisa banguna Kota Stuttgart zaman dulu itu. So, please bagi yang mau lihat silahkan tonton vlognya ya. Thanks for wathing guys.
Asal Mula Nama Monte Scherbelino
„Dieser Berg, nach dem Zweiten Weltkrieg aufgetürmt aus den Trümmern der Stadt, steht den Opfern zum Gedächtnis, den Lebenden zur Mahnung.“ (Gunung ini, terbentuk dari reruntuhan kota setelah Perang Dunia II, sebagai pengingat bagi para korban, peringatan bagi yang hidup)
Tulisan diatas tertempel di salah satu batu balok sebuah bangunan Kota Stuttgart yang hancur dan dibawa ke Birkenkopf. Plakat di tumpukan bebatuan itu lah yang kemudian disebut Monte Scherbelino. Itulah sebabnya kemudian Birkenkopf ini juga disebut dengan Monte Scherbelino dan sangat terkenal di kalangan hiker dan biker.
Main Salju di Birkenkopf-Monte Scherbelino
Back to cerita musim dingin kami. Setelah parkir mobil, kami pun memulai petualangan kami di Birkenkopf-Monte Scherbelino. Yang pertama harus diperhatikan di musim salju begini adalah pakaian dan sepatu. Harus pake baju tebal dan sepatu yang tidak licin karena jalanan semuanya putih bersalju.
Jalanannya tanjakan. Ya pastilah ya, namanya aja udah puncak tertinggi Stuttgart. Klo menurun itu nanti pas jalan pulang 😀 Udah ada beberapa boneka salju yang dibuat orang-orang yang juga datang kesini sebelum kami. Main salju gini memang kurang pas klo nggak ada boneka salju.
Mendekati puncak ada tumpukan batu yang dibentuk seperti pintu masuk menuju puncak Birkenkopf. Di puncaknya ada tanda salib untuk mengenang arwah para korban perang. (Fotonya yang saya buat di judul).
Waktu di jalan tadi nggak keliatan rame orang. Eh pas udah nyampek puncak ternyata banyak orang. Pake acara bawa termos air panas dan ngopi-ngopi segala. Tau gitu kan saya juga bawa popmie + air panas. Asli memang enak sekali suasana di atas sini. Apalagi klo musim panas yang biasanya akan kelihatan bangunan-bangunan Kota Stuttgart. Berhubung kali ini salju banyak turun dan berkabut, jadi nggak kelihatan.
Puas main salju di puncak Birkenkopf, puncak tertinggi Stuttgart & tempat pembuangan sisa Perang Dunia II, kami pun memutuskan pulang. Sebenernya masih mau pergi ke tempat lain. Tapi tiba-tiba salju tebal turun lagi. Jari-jari kami udah mulai beku nggak berasa apa-apa lagi. Buru-buru ke mobil pasang penghangat sebelum hipotermia.