Dulu sebelum ke Jerman nggak pernah mikir mau tinggal dimana klo udah nyampe Jerman. Yang penting ke Jerman aja dulu. Apalagi ada hembusan-hembusan dari orang-orang yang udah wara-wiri di Jerman yang bilang klo bagusan tinggal di desa atau kota kecil karena biaya hidup yang lebih murah dibandingkan kota besar.
Pertama kali nyampe Jerman saya tinggal di desa Inzigkofen di negara bagian Baden-Württemberg. Kota terdekatnya namanya Sigmaringen. Ke Sigmaringen butuh waktu sekitar setengah jam kalau naik bus umum. Iya, kendaraan umumnya cuma bus. Itu juga datangnya setengah jam sekali kecuali di waktu-waktu anak-anak pergi dan pulang sekolah.
Di Indonesia saya terbiasa tinggal di kota Medan sejak lahir. Mau kemana-mana gampang, ada angkot, becak, ojek, bus, taxi tinggal pilih aja sesuai isi kantong. Mau jalan-jalan juga pilihannya banyak. Intinya saya terbiasa hidup di kota besar dan ramai yang mau kemana-mana serba gampang.
Tiba di Jerman mendapati keadaan yang berbeda. Inzigkofen ini sepi sekali meskipun rumah yang saya tinggali ada dipinggir jalan besar. Rumahnya juga berjarak satu sama lain karena disini tiap rumah memiliki halaman luas. Nggak seperti kota-kota besar di Jerman yang umumnya warganya tinggal di apartemen dan rapat-rapat.
Baru nyampe Jerman pas salju tebel pula. Baru nyampe udah harus nyesuaiin diri sama cuaca yang lagi beku-bekunya. Semuanya putih ketutup salju.
Plusnya tinggal di desa Jerman seperti Inzigkofen ini saya rasa nggak terlalu banyak. Mungkin salah satunya orang-orangnya saling kenal dan masih rajin saling sapa. Tapi klo ada gosip juga cepet nyebarnya 😀
Minusnya banyak menurut saya. Pertama kendaraan umum yang minim. Adanya cuma bus dan taxi. Tapi taxi mahalnya ampun-ampunan. Hari sabtu busnya datang setiap satu jam sekali. Sedangkan hari minggu dan hari-hari besar bus sama sekali nggak beroperasi.
Lapangan pekerjaan di desa juga lebih sedikit dibandingkan di kota dan barang-barang model terbaru nyampeknya juga lama.
Di desa juga nggak semua sekolah ada. Biasanya cuma sampe SMA, tapi ada juga yang cuma sampe SMP. Suami saya terpaksa hijrah ke kota saat SMA karena SMA di kota kecil tempat dia tinggal nggak sesuai sama yang dia pelajari kurikulumnya. Tapi itu dulu ya. Tapi memang universitas itu nggak ada di desa. Jadi anak-anak yang tinggal di desa ya wajib pindah ke kota kalau mau lanjut kuliah.
Kalau dibilang tinggal di desa lebih murah daripada di kota menurut saya sekarang setelah mengalami tinggal di desa dan di kota ya nggak juga. Harga bahan makanan di supermarket sama aja. Yang lebih murah itu harga sewa rumah. Kalau dihitung-hitung bedanya nggak jauh. Tergantung gaya hidup masing-masing.
Untuk orang asing yang baru datang ke Jerman biasanya diwajibkan mengikuti sekolah bahasa sampai tingkat tertentu. Di desa lembaga-lembaga sekolah bahasa ini tidak ada yang resmi. Adanya yang gratis dari gereja dan kurikulumnya semuanya sama. Jadi nggak ada tingkatan-tingkatannya gitu. Juga nggak ada ujiannya.
Minusnya lagi untuk orang Indonesia di Jerman, biasanya di desa itu orang Indonesianya sedikit atau bahkan nggak ada sama sekali. Toko Asia juga nggak ada. Tapi kalau soal belanja bahan makanan Indonesia bisa diakali dengan belanja online.
Mau tinggal di desa atau kota sebenernya tergantung pilihan masing-masing sih. Desa yang saya tinggali dulu itu sama sekali nggak menarik menurut saya. Tapi banyak desa cantik di Jerman ini contohnya pedesaan di kawasan Allgäu dan Schwarzwald (Blackforest). Desa disini jauh berbeda dengan desa yang saya tinggali. Seenggaknya meskipun bahasan yang saya tulis diatas juga berlaku untuk desa-desa di lokasi ini, tapi pemandangannya itu bikin betah dan nggak mau pulang. Saya sih mau aja klo tinggal di desa yang cantik kek di Allgäu dan Blackforest. Justru bisa nambah inspirasi nulis.
Jadi, untuk muda mudi yang mau merantau ke Jerman saya saranin sebaiknya jangan ke desa yang terlalu kecil. Misalkan kamu nggak cocok sama tempat kerja yang satu, nggak banyak pilihannya untuk ganti tempat kerja kalau di desa.