Banyak yang bilang laki-laki Turki itu keras kepala. Ada benernya, tapi nggak semuanya begitu. Umumnya laki-laki di seluruh dunia memiliki sifat seperti itu karena pada dasarnya laki-laki itu memiliki marwah sebagai pemimpin. Jadi, nggak cuma laki-laki Turki aja yang keras kepala. Banyak juga kok saya lihat teman-teman Indonesia yang suami Turkinya keliatan kalem. Walaupun ya kita nggak tau isi dapur rumahtangga orang.
Saya dan Mr. Ottoman sudah menjalani ikatan pernikahan ini selama tujuh tahun dengan pembagian lima tahun bersama dan dua tahun LDR. Tidak mudah dan sangat-sangat tidak mudah mengingat kami berdua sama-sama keras kepala. Bisa dibayangkan gimana dua orang keras kepala tinggal serumah dan setempat tidur. Bisa nggak ngebayangin gimana klo pas kami lagi berantem?
Cobaan hidup berumah tangga benar-benar dimulai saat kami hidup serumah ditahun ketiga pernikahan. Waktu LDR nggak banyak drama. Dramanya cuma soal rindu-rinduan aja 😀 Begitu tinggal satu rumah, mulai nampak semua aslinya sampek ke titik terkecil.
Kadang masalahnya bukan ada di suami, tapi orang-orang terdekatnya yang bisa saja menjadi kuman-kuman nakal dalam keberlangsungan rumahtangga kita. Apalagi pengaruh orang-orang tersebut sangat kuat. Apalah saya yang saat itu baru memasuki tahun ketiga mengenal Mr. Ottoman. Tak sebanding dengan orang-orang yang sudah mengenal dan bersamanya sejak lahir. Tapi jangan salah. Setelah menikah dengan saya, sayalah orang terdekatnya. Orang yang paling tau tentang dia, tidak perduli berapa lama saya mengenal dia.
Dulu ego saya sangat tinggi. Saya menganggap saya bisa bekerja dan menghidupi diri saya sendiri dan saya nggak suka suami bossy yang suka ngatur-ngatur dan nyuruh-nyuruh. Bahkan kadang saya merasa seperti pembantu saat mengerjakan pekerjaan rumahtangga karena saat di Indonesia selalu berbagi kerjaan dengan kakak-kakak dan mamak. Bisa dibilang dulu kerjaan saya paling sedikit di rumah dan lebih sering beraktivitas diluar rumah. Sementara itu dalam aturan keluarga Mr. Ottoman, istrilah yang mengerjakan pekerjaan rumahtangga. Semuanya, no compromise! Padahal ya, neneknya Mr. Ottoman dari pihak ayahnya itu nggak begitu. Justru dia yang bossy di rumah.
Setelah kenal lebih dalam bagaimana makmer mengatur rumahtangganya, bisa saya simpulkan kalau hal itu memang turunan keluarga. Untungnya Mr. Ottoman udah hijrah ke kota sejak SMA dan tinggal sendiri, jadi dia paham soal pekerjaan rumahtangga. Sayangnya makmer sudah menanamkan bahwa suami adalah raja dan anak laki-laki adalah sultan yang harus dilayani.
Bukan cuma soal pekerjaan rumahtangga, soal makanan juga. Saya sudah pernah tulis kalau dulu saya nggak boleh makan makanan Indonesia. Iya, makmer dan keluarga Mr. Ottoman maunya saya seperti mereka. Bahkan tidak jarang mereka membandingkan saya dengan istri temannya Mr. Ottoman yang orang Jerman dan sudah fasih berbahasa Turki melebihi orang Turki sendiri. Nyaman nggak sih digituin dan suamimu justru ada di pihak keluarganya.
Dulu semuanya saya lawan dengan cara-cara keras. Kalau nggak sanggup lagi ya saya nangis dipojokan. Kalau ribut saya tahan nggak ngomong sampe seminggu dua minggu padahal itu dosa. Sementara Mr. Ottoman nggak peka kalau saya maunya dia yang ngomong duluan dan minta maaf. Sayangnya hal-hal semacam itu nggak ada dalam keluarga mereka. Istri ngambek ya udah didiemin aja.
Dulu saya mikirnya cuma soal menang dan kalah, salah dan benar. Padahal ini pernikahan, bukan pertandingan. Tidak ada menang dan kalah karena kami adalah satu. Saya pakaiannya dan dia pakaian saya. Keduanya seharusnya saling menutupi. Tentu situasi ini nggak akan berubah kalau tidak ada yang memulai.
Saya akui Mr. Ottoman itu termasuk laki-laki sabar dan banyak mengalah, tapi juga keras kepala. Saya mulai mendengarkan ceramah tentang pernikahan, cerita ke teman yang sangat bisa dipercaya dan baca-baca cerita yang sama yang suaminya juga Turki. Intinya laki-laki Turki keras kepala itu nggak bisa dilawan dengan kekerasan. Saya mulai merendahkan ego saya sebagai wanita kuat dan mandiri karena laki-laki itu senang jika wanitanya membutuhkan dia.
Segala hal tentang Indonesia saya kenalkan perlahan-lahan. Saya bawa dia bertemu dengan orang-orang Indonesia sampai akhirnya dia jatuh cinta sama rendang yang jadi makanan kesukaannya. Dia bisa lihat sendiri orang-orang Indonesia di Jerman itu hebat-hebat. Sebenernya dia sendiri nggak ada masalah soal ini. Tapi karena keluarganya selalu memprovokasi dan nanya-nanya kenapa saya belum juga bisa Bahasa Turki, mungkin kupingnya jadi panas juga bolak balik ditanya begitu.
Tidak jarang kami berdebat. Tapi saya tak lagi berapi-api. Saya coba bicara pelan-pelan dengan nada bicara yang lebih rendah dari dia. Saya ungkapkan apa yang saya tidak suka dan saya kaitkan bagaimana rumahtangga yang dijalankan rasulullah walaupun pastinya akan jauh sekali dari beliau. Saya ingatkan kalau rasulullah di waktu senggangnya juga mengerjakan pekerjaan rumahtangga dan membantu istri-istrinya.
Alhamdulillah di tahun ketujuh ini semuanya berubah hampir sempurna seperti yang saya inginkan. Tidak ada lagi tuntutan soal Bahasa Turki dan makan makanan Turki, kadang Mr. Ottoman juga mau bebersih rumah, masak dan setrika bajunya sendiri kalau diperlukan 😀 , bahkan dia yang ingatkan saya kalau ada acara-acara sama orang-orang Indonesia seperti acara 17-an kemarin. Padahal tadinya teman kecilnya mau berkunjung dari Buchen. Udah buat janji dan udah diiyain. Terus karena saya bilang tanggal itu ada acara 17-an, langsung dia batalin dan nyuruh saya pergi. Dia tinggal di rumah karena harus nungguin paket.
Sekarang Mr. Ottoman paham klo istrinya itu maunya dia yang ngomong duluan pas lagi berantem. Jadi dah lama banget, dah tahunan juga keknya nggak pernah ada drama diem-dieman berhari-hari lagi. Setiap saya ngambek, Mr. Ottoman ngomong aja kek biasa. Kadang becandain saya sampe saya normal lagi. Dia juga nggak segan didepan keluarganya klo saya ini bosnya dia. Apa-apa harus tanya dulu ke saya.
Dia berubah, sayapun juga harus berubah donk. Semua itu bisa terjadi juga karena dia melihat perubahan saya. Rumah ini rumah saya. Jadi nggak perlu merasa jadi pembantu karena rumahku surgaku. Kebersihan dan kerapiannya harus dijaga. Lagian Mr. Ottoman sekarang juga jarang komentar soal kerjaan rumah. Terserah saya aja mau gimana.
Mr. Ottoman yang sekarang itu jauh berbeda dengan dia yang pertama kali saya kenal. Dia juga akui kalau dia sudah banyak membuang egonya, mengalah demi kebahagiaan saya karena dia udah sadar kalau saya tinggal di Jerman, jauh dari keluarga dan meninggalkan segalanya di Indonesia juga cuma karena dia. Syukurnya lagi sekeras-kerasnya Mr. Ottoman, dia itu nggak ringan tangan.
Kesimpulannya cara mengubah laki-laki Turki keras kepala itu nggak bisa instan. Harus pelan-pelan dan pakai cara yang elegan. Kalau perlu pake cara manja-manja, asalkan jangan manja sama suami orang. Bertutur kata yang halus supaya enak didengar di kuping suami. Turunkan ego, layani suami dengan baik dan lihat situasi mood suami kalau mau mengungkapkan isi hati yang penting. Jangan salah situasi karena bisa nggak tercapai tujuannya. Yang paling penting dan paling utama adalah berdoa kepada Yang Maha Membolak-balikkan hati. Apapun yang kita lakukan kalau hati suami tetap sekeras batu, tetap nggak akan berubah. Percayalah, doa itu sangat besar khasiatnya. Semua bisa berubah karena doa.
1 Comment
Anonymous 1. Oktober 2019 at 0:25
kak,bisa kenalin cowo turki ngga ke aku?