Bulan Agustus, bulannya euforia tentang perayaan besar bangsa Indonesia. Tahun ini sudah 74 tahun negara kita tercinta Indonesia bebas dari jajahan bangsa lain. Tahun ini juga untuk pertama kalinya saya merayakan hari kemerdekaan di Jerman, meskipun sudah di Jerman sejak tujuh tahun yang lalu. Perayaan 17 Agustus di sudut kecil Jerman, tepatnya di Kota Stuttgart berlangsung meriah walaupun cuacanya mendung setengah gerimis.
Kota Stuttgart merupakan kota terbesar keenam di Jerman yang berada di negara bagian Baden-Württemberg. Di Jerman ada tiga kantor perwakilan Indonesia yaitu KBRI Berlin, KJRI Frankfurt dan KJRI Hamburg. Masyarakat Indonesia yang tinggal di Stuttgart dan sekitarnya ada dibawah naungan KJRI Frankfurt. Jarak antara Stuttgart dan Frankfurt sekitar 204 km.
Setiap tahun biasanya KJRI Frankfurt mengadakan pesta rakyat setelah melakukan upacara bendera. Acaranya macam-macam mulai dari aneka perlombaan khas 17-an sampai sajian kuliner Indonesia. Masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok Jerman pun semangat menghadiri acara 17-an di KJRI Frankfurt. Sayangnya tahun ini KJRI Frankfurt tidak mengadakan pesta rakyat setelah upacara bendera. Tahun ini acaranya hanya penaikan dan penurunan bendera. Banyak teman-teman yang mengurungkan niat untuk datang kesana karena dianggap nggak worth it mengingat perjalanan dari tempat mereka tinggal ke KJRI Frankfurt cukup jauh dan memakan waktu.
Di Stuttgart sendiri ada banyak orang Indonesia. Dari pelajar, mahasiswa, pekerja dan ibu rumahtangga yang menikah dengan warga lokal. Tahun ini masyarakat Indonesia di Stuttgart dan sekitarnya memperingati hari kemerdekaan dengan mengadakan acara sendiri di taman kota Stuttgart.
Kabar mengenai acara ini disampaikan dari mulut ke mulut dan melalui pesan whatsapp baik pribadi maupun di grup-grup tertentu. Iya, ada banyak sekali grup perkumpulan orang Indonesia di Stuttgart. Saya sendiri punya sekitar 6 grup whatsapp. Jenisnya macam-macam, ada grup pengajian, makan-makan, hiking dan camping, grup ibu-ibu dan lain-lain.
Di selebarannya tertulis acara dimulai jam 12 siang mengingat nggak semuanya tinggal di pusat kota. Dari rumah saya tempatnya dekat. Tapi acaranya molor dan dimulai jam 1 siang. Meskipun hujan gerimis turut menemani kami, tapi semuanya tetap semangat. Ada sekitar 200 orang yang datang ke acara itu. Nggak cuma orang Indonesia, orang lokal juga banyak yang ikut.
Satu hal yang berbeda dari pertemuan-pertemuan biasanya, disini makannya beli atau bawa sendiri. Memang sudah diumumkan demikian. Tapi tadinya yang ada dibenak saya itu berbeda karena memang selama ini saya seringnya ngumpul sama anggota pengajian aja baik yang ibu-ibu, mahasiswa dan pengajian keluarga. Biasanya kami nggak cuma kumpul-kumpul saat pengajian. Sering juga ngumpul bbq-an atau acara kumpul-kumpul lainnya.
Sewaktu saya datang dan duduk bareng teman-teman saya yang mahasiswa, kami lihat sekumpulan ibu-ibu dan keluarga mereka pada makan nasi kuning. Ternyata memang ada yang jual tapi khusus untuk yang udah pesan aja dan ini nggak ada diinfokan. Mereka kelompok ibu-ibu arisan. Saya sendiri belum pernah ketemu.
Biasanya ya klo ngumpul-ngumpul apalagi acara penting begini, biasanya itu acara buka bersama, halal bil halal, ceramah ustadz atau sekedar kumpul-kumpul di taman para mahasiswa itu nggak perlu pusing mikirin makan karena pasti ibu-ibu atau yang udah kerja bawa makanan lebih. Jadi kita saling berbagi gitu. Semua diletak diatas meja, siapa aja boleh ambil. Nggak ada istilah ini punya siapa dan itu punya siapa. Makanaya saya mikirnya kali ini juga gitu. Nggak taunya nggak dan anggota pengajian itu sedikit banget yang datang. Mungkin karena banyak yang mudik dan liburan. Saya sendiri bawa cake fla matcha dan saya bagi-bagiin sama mahasiswa disana. Tapi akhirnya kami kedapetan juga tuh nasi kuning (red:beli) karena yang udah pesen pada nggak datang. Harganya 5 euro dengan isian rendang dan mie. Minus sambel. Rasa biasa aja.
Okeh! Lupakan soal nasi kuning 😀 Acara pun dimulai dengan menyanyikan lagu-lagu nasional seperti Halo-halo Bandung dan Rayuan Pulau Kelapa. Lalu lagu kebangsaan kita Indonesia Raya. Disusul pembacaan pancasila yang diikuti para peserta, pembacaan UUD 1945, kata sambutan dari ketua panitia, pemutaran audio detik-detik proklamasi, doa, pembacaan puisi dan ditutup dengan menyanyikan lagu 17 Agustus.
Setelah acara formal, lanjut ke acara hura-hura alias perlombaan khas 17-an. Dimulai dengan acara memasukkan bola kedalam botol, makan kerupuk, rubik, makan biskuit yang ditempel dijidat, lomba jalan seperti bakia tapi karena disini nggak ada bakia jadi kakinya diiket tali, lomba isi air kedalam botol per kelompok dan lomba masukin pulpen kedalam botol.
Seru-seru sih lombanya dan hadiahnya bebas milih. Ada macam-macam hadiahnya dan sisa banyak. Jadi setelah acaranya selesai, penonton yang masih ada disana bebas milih mau hadiah apa. Saya dapat celana batik 😀
Pas banget acaranya selesai sekitar jam setengah 5 sore, hujan pun turun lebat. Nampaknya semesta menaruh hormat di hari kemerdekaan Indonesia. Jadi hujannya pending.