Banyak wanita Indonesia yang terobsesi dinikahi laki-laki Turki. Terlebih semakin melambungnya nama vlogger yang menikah dengan laki-laki Turki muda nan tampan. Terlihat bahagia dan kontennya laris manis di pasaran karena menyajikan romantisme kehidupan rumahtangga bak kehidupan putri disney.
Tentunya wanita-wanita pintar yang masih bisa menjalankan otaknya dengan benar paham betul bahwa itu hanya konten semata. Kita nggak pernah tau bagaimana dibelakang layarnya. Lagipula pernikahan yang umurnya sama lamanya seperti pembibitan pohon tomat dan cabe di balkon saya aka masih dalam hitungan bulan tentu beda sama yang udah bertahun-tahun. Sayangnya banyak cabe-cabean yang hanyut terbawa ombak romantisme cinta laki-laki Turki karena melihat konten-konten semacam itu.
Alhamdulillah pasti saya juga sangat bahagia kalau ada wanita sesama Indonesia mendapatkan suami Turki dan keluarganya yang baik. Sayangnya banyak fakta yang nggak pernah dipublish oleh artis dunia maya itu. Entahlah, mungkin juga dia belum tau yang sebenarnya bagaimana sesungguhnya hidup berumahtangga itu.
Well, nggak semua laki-laki Turki itu tumplek di Istanbul dan Ankara aja kan. Turki itu luas, banyak propinsinya. Kalau yang tinggal di Istanbul saya rasa nggak terlalu banyak kesulitan untuk menyesuaikan diri. Masalah bahasa pastinya harus tetap belajar kalau menetap di Turki karena akan sulit komunikasi dengan warga lokal khususnya keluarga suami jika tidak mengerti bahasa lokal.
Tinggal di kota-kota besar di Turki pastinya lebih mudah jika dibandingkan dengan tinggal di desa (köy). Membahas suka duka tinggal di desa Turki menurut saya lebih banyak dukanya kecuali keluarga suamimu keturunan sultan yang hartanya nggak habis sampai 7000 keturunan dan punya pembantu. Sayangnya di Turki sangat jarang keluarga yang menggunakan jasa pembantu rumahtangga. Semua pekerjaan rumahtangga dibebankan pada si istri.
Rumah kami dan mertua di Turki yang letaknya diantara desa dan kota saja menurut saya sulit untuk tinggal disana. Apalagi yang benar-benar desa. Dukanya tinggal di desa Turki itu banyak sekali pekerjaannya. Orang Turki yang tinggal di desa itu biasa berkebun, beternak, beladang, bertani dan pekerjaan sejenisnya.
Mulai dari musim semi dimana masanya tumbuh-tumbuhan mulai menunjukkan tanda-tanda kebahagiaan. Mulai menanam sampai proses memanen. Kalau udah panen biasanya dibuat stok untuk musim dingin seperti buat selai, turşu, dikeringkan ataupun disimpan di freezer. Bukan cuma itu, kebun juga harus dibersihkan. Rumput-rumput dipotong, pohon-pohon dipangkas kayu-kayunya dan dibersihkan. Kalau ada sapi juga harus memerah susu sapi. Lalu masih harus mengerjakan pekerjaan rumahtangga lainnya. Bukan nakut-nakutin, tapi ini faktanya tinggal di desa Turki. Perempuan-perempuan Turki biasa melakukan itu dan tentunya kalau kamu diboyong ke desa, kamu juga harus melakukan hal yang sama. Nggak mungkin kan mertua dan ipar kerja, kamunya malah ongkang-ongkang kaki di rumah. Bisa jadi kamu nggak disuruh kekebun, tapi kamu pasti disuruh nyiapin keperluan keluarga besar seperti masak dan beberes rumah. Ingat lho ya, KELUARGA BESAR. Jadi bukan cuma ngurusin suamimu aja. Belum lagi saat musim dingin tiba, akan banyak pekerjaan-pekerjaan lainnya karena musim dingin di desa Turki itu jauh lebih dingin dibandingkan di kota.
Belum lagi soal makanan. Kalau kamu jenis orang yang susah makan makanan luar seperti saya, kamu akan mendapatkan kesulitan karena pastinya setiap hari hanya ada makanan Turki di meja makan. Meskipun kamu jenis orang yang gampang menerima makanan baru, nggak bisa dibohongi pasti ada masanya kamu merindukan rendang, nasi padang, ikan asin dan sambel terasi. Semua itu sulit dan mustahil kamu dapatkan di desa. Apalagi kalau tinggal serumah sama mertua, bau ikan goreng aja banyak yang nggak suka karena katanya rumah jadi bau. Apalagi goreng ikan asin dan terasi. Bisa ngamuk orang satu kampung 😀
Katakanlah di zaman now ini sudah banyak penjual makanan Indonesia di Turki yang bisa dikirim keseluruh pelosok Turki. Eits…jangan senang dulu. Bagaimana dengan sistem keuangan keluargamu? Hanya bergantung pada suamikah? Semua uang dipegang suami dan kamu nggak dikasi uang jajan? Atau mertua yang pegang uang? Sulit, akan sangat sulit beli ini itu apalagi makanan Indonesia di Turki yang menurut kebanyakan orang Turki kolot itu harganya selangit dan buang-buang duit. Belum lagi mertua bisa aja jadi kuman nakal yang nempel di kuping suami yang selalu berbisik kalau nggak guna beli-beli makan-makanan Indonesia yang mahal itu.
Pernah, ini pernah terjadi di saya. Mungkin kalian sudah baca cerita mudik saya bulan lalu. Saat saya pesan makanan Indonesia yang udah jadi sama mahasiswa di Samsun, sambel bawang dan sambel teri pete. Iya, saya sekarang memang super cuek. Nggak perduli mertua bilang saya harus makan makanan Turki karena nikah sama laki-laki Turki. Yang penting Mr. Ottoman ngertiin saya aja. Itu udah cukup. Mau mertua ngomong apa aja sekarang udah nggak dimasukin hati.
Soal kasus ini tadinya saya udah sediain duit buat bayar. Iya Hanimlar, kita harus punya duit simpanan sendiri. Entah itu hasil nabung sisa uang belanja ataupun kerja kita sendiri. Seenggaknya itu bisa menaikkan pride kita di mata mereka. Nggak taunya Mr. Ottoman udah tobat dan omongan emaknya nggak mempan. Saya dianterin ngambil itu pesanan hampir 300 lira klo nggak salah. Pesanan bahan makanan mentah juga yang mau saya bawa ke Jerman. Dibayarin juga lah pastinya., tanpa complain lagi 😀
Nah, kalau model suami yang terlalu nurut sama emaknya dan apa-apa dengerin kata emaknya pasti nggak akan kasih izin apalagi kasih duit buat beli makanan Indonesia. Klo udah terlanjur nikah, ya tahan-tahanin aja lah. Nikmati dan anggap aja fasuliye itu kari. Dijamin langsung ketelen dan nambah klo makannya sambil ngayal gitu 😀
Buat kamu yang di Indonesia terbiasa tinggal di kota ataupun terbiasa hidup dengan kemudahan, mau makan tinggal makan, klo nggak masak tinggal go food. Mau pergi nggak punya kendaraan tinggal go car aja. Lalu dapat suami Turki dan diboyong ke desa dan jadi upik abu. Ini harus kamu pikirkan masak-masak. Jangan menyesal kemudian, kecuali kalau kamu memang benar-benar siap dengan kehidupan seperti itu ya monggo aja.
Nggak semua desa di Turki seperti itu. Tante-tantenya Mr. Ottoman rata-rata punya rumah musim panas di desa. Tapi dipinggir pantai dan rumahnya seperti komplek perumahan dengan bentuk yang cantik-cantik (sayang kemarin kesana nggak foto-foto). Rumah di desa model begini biasanya kehidupannya nggak seperti yang saya ceritain diatas. Arsitekturnya cantik dan shabby rustik. Umumnya memiliki pekarangan yang luas yang ditumbuhi pohon apel dan pir, serta bebungaan. Nggak ada hewan ternaknya. Jadi rumah desa seperti ini mungkin khusus untuk leyeh-leyeh dan kalangan atas yang nggak tinggal sepanjang tahun disana. Memang tante-tantenya Mr. Ottoman hanya menghabiskan waktu di desa saat musim panas. Musim lainnya mereka balik ke kota di rumah berbentuk apartemen. Kalau yang model begini saya juga betah. Berkebunnya tipis-tipis aja, nggak sampe berhektar-hektar secara saya juga hobi berkebun.
Satu lagi dukanya tinggal di desa Turki. Kendaraan umumnya susah dan bahkan nggak ada sama sekali. Di desanya mertua dan tante-tantenya Mr. Ottoman sama sekali nggak ada kendaraan umum. Nggak kebayang klo saya tinggal disana. Jalan kaki kemana-mana.
Sukanya tinggal di desa Turki mungkin suasananya lebih tenang kali ya. Terus makanan banyak yang tinggal diambil di kebun dan nggak perlu beli. Rumah dan halaman luas, mau guling-guling joget India juga bisa. Mau bbq-an kapan aja bisa, nggak harus ketempat khusus seperti di perkotaan.
Semua pilihan hidup ada di tangan kamu. Saran saya sebelum nikah kenali betul-betul calon pasanganmu beserta keluarganya. Tanya secara detail mengenai segalanya sampai hal terkecil sekalipun. Jangan sampai menyesal di kemudian hari.
1 Comment
Erlin Novita Sari 23. April 2020 at 23:38
Kira” pertanyaan apa saja ya mba yg penting untuk di tanyakan ke beliau? Soalnya ada org Turki ajak saya nikah cm saya takut jg kedepannya.