Istri, Antara Babu dan Ratu

“Wanita, apabila bertemu pria yang tepat akan menjadi ratu. Tetapi apabila bertemu pria yang salah akan menjadi babu.”

Baru-baru ini saya membaca ini di salah satu media sosial. Seorang wanita yang tidak perlu saya sebutkan secara detail menikah dengan siapa memamerkan saat sedang dilayani suaminya, lalu menuliskan caption diatas.

Dari yang saya perhatikan memang kehidupan sehari-harinya minim pekerjaan rumah tangga, ditambah belum punya anak juga dan makannya juga bukan makanan Indonesia yang njelimet dengan aneka bumbu yang bikin dapur kotor. Dan pastinya nambah banyak kerjaan buat bersihinnya.

Apa Itu Pernikahan?

Saya bukan konsultan pernikahan. Ikut seminar tentang pernikahan aja justru setelah menikah. Tapi menurut saya pernikahan itu terdiri dari laki-laki dan perempuan yang memantapkan hati untuk hidup bersama dalam suka dan duka, saling menjaga dan saling-saling lainnya.

Meskipun memang di dalam agama saya suami adalah pemimpin, bukan berarti harus otoriter dan menjadikan istri sebagai babunya. Begitupun istri, meskipun tugas mencari nafkah adalah tugasnya suami, bukan berarti istri hanya duduk manis di rumah bak ratu.

Pernikahan adalah satu tempat berbagi, berbagi bisa apa saja. Tidak selalu yang enak-enaknya aja. Harus siap dengan segala yang tidak mengenakkan.

Istri, Antara Babu dan Ratu

Siapa coba perempuan yang nggak mau jadi ratu. Hidup enak dilayani. Nggak perlu masak, nyuci, nyetrika apalagi ngosrek wc. Nggak ada istri yang nggak mau jadi ratu, apalagi sampe jadi babu. Pasti nggak ada yang mau.

Dulu saya pun pernah merasa jadi babu. Iya, jadi babu di rumah sendiri. Padahal apa-apa dikerjain pake mesin. Tetap masih ngerasa banyak kerjaan kek babu. Ini efek waktu masih gadis jarang ngerjain kerjaan rumah. Sekalinya jadi istri langsung shock. Padahal itu rumah sendiri.

Banyak, banyak sekali istri yang kerjaannya nggak habis-habis dari pagi ke pagi. Apalagi klo udah punya anak. Plus harus bantu suami cari nafkah diluar rumah. Mending klo bisa kerja dari rumah sambil momong anak. Seenggaknya lebih nyaman kerja di rumah sendiri.

Lalu, apakah istri-istri yang demikian itu bertemu dengan laki-laki yang salah? Apakah mereka itu menjadi babu di rumahnya sendiri?

Saya bilang sih enggak. Mereka itu pahlawan. Berapa banyak pahala yang mereka dapatkan dari semua yang mereka kerjakan. Belum lagi pahala dari keikhlasan mereka klo mereka ikhlas melakukan itu semua. Bisa auto masuk surga.

Pernah saya mengikuti kelas onlinenya Buya Yahya yang membahas kehidupan berumahtangga. Ada yang bertanya bagaimana jika istri di rumah sering tidak masak. Jawabannya tidak apa-apa jika suaminya ridho. Tapi si istri tidak mendapatkan pahala memasak. Klo mertuanya yang masak, ya mertuanya yang dapat pahala. Saya sih nggak mau pahala ini diambil orang 😀

Ingat bund, setiap yang dikerjakan istri itu bernilai pahala. Bahkan sekedar mengambilkan air minum untuk suaminya aja dapat pahala. Belum lagi pahala nyuci, nyetrika, masak dan lain-lainnya.

Setidaknya itu yang selalu saya katakan ke diri saya sendiri sampe saya bisa meyakini bahwa istri bukanlah babu di rumah sendiri. Mau dia ngosrek wc di rumahnya sendiripun, istri tetaplah ratu bukan babu.

Klo kamu belum seperti istri-istri orang yang dimanjain suaminya dengan jalan-jalan ke luar negeri, dibeliin perhiasan mahal atau sekedar jalan-jalan tipis-tipis pun belum pernah, sabar bund! Semua akan indah pada waktunya. Yakinlah kamu bukan babu di rumahmu sendiri, kamu tetap ratu. Berbanggalah karena kamu mampu mengurus segala tugas rumahtangga sendiri, syukur-syukur punya suami yang pengertian mau bantuin kerjaan rumahtangga.

Banyakin belajar ilmu berumahtangga supaya nggak perlu iri liat hidup orang lain yang kamu anggap lebih enak dan di-RATU-in sama suaminya. Semoga bunda-bunda semua mendapatkan laki-laki yang tepat sebagai suami. Aamiin…!!!

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog