Sikap Baik Orang Turki yang Kadang Tak Baik

Orang Turki terkenal dengan sikap hormat dan respeknya terhadap orang yang lebih tua. Contohnya saat corona sedang marak-maraknya singgah di Turki. Orang-orang tua tetap di rumah dan yang muda-muda membantu mengerjakan keperluan orang-orang tua seperti belanja. Dan hal ini nggak terjadi di Jerman. Ada sih beberapa yang secara sukarela melakukannya, tapi jumlahnya sangat sedikit. Sedangkan di Turki, masyarakatnya menganggap sebagai kewajiban dari yang muda ke yang tua. Which is memang kultur mereka sudah begitu dari sananya.

Orangtua butuh hormat dan respek, yang muda butuh cinta

Mungkin nggak semua orang Turki ya. Tapi saya sendiri nggak sependapat karena menurut saya kedua belah pihak harus saling hormat dan cinta. Hanya karena seseorang itu sudah masuk kategori orangtua atau lebih tua dari seseorang, lantas dia jadi selalu benar dan yang muda tidak boleh menentang pendapatnya.

Sikap baik orang Turki yang kadang tak baik, ya sikap hormat dan respek yang berlebihan ini. Dan ini sulit sekali saya terima karena saya terbiasa hidup dengan orangtua yang tidak anti kritik dan terbuka dengan masukan-masukan dari yang muda.

Abang ipar saya yang tertua selalu punya pendapat yang berbeda soal agama. Misalnya dia sering sekali berkomentar kenapa kita harus solat dan puasa. Sebuah pertanyaan receh menurut saya yang kalau dia tidak mau menjalankan ya nggak usah ngajak-ngajak orang. Toh sebagai orang dewasa dosa ditanggung masing-masing.

Suami saya bilang ini kondisi sulit buat dia karena jarak mereka sangat jauh, 20 tahun lebih dan abang tertua sebagai pengganti ayah. Jadi dia tidak bisa berdebat dengan abangnya. Sedangkan saya bilang ya boleh-boleh aja berdebat, apalagi kalau dia menyalahi aturan agama. Bahkan Allah sendiri bilang boleh melawan orangtua yang melarang mentaati Allah. Apalagi ini cuma saudara kandung. Tapi ya gitu, sikap hormat berlebihan itu memang sudah tertanam dari zigot.

Bisa dibayangin kan, ke abang-abangnya aja begitu hormatnya. Gimana ke bapaknya coba. Itulah sebabnya suami saya tidak punya hak menentukan apapun di keluarganya karena dia anak terakhir dari lima bersaudara yang semuanya laki-laki.

Dan ini yang selalu saya tentang. Bukan untuk melawan, tapi setiap anak terserah mau dia anak ke berapa aja dia berhak berpendapat dan pendapatnya juga patut dipertimbangkan. Yah setidaknya ada perubahan lah sejak menikah sama saya karena kami juga menerapkan hal yang sama dalam rumahtangga kami. Baik suami maupun istri memiliki hak dan kewajiban yang sama. Tapi tetap pada porsinya masing-masing.

Keponakan laki-laki saya yang berumur 27 tahun pernah menginap di rumah saya dan kami ajak grocery shopping. Kebetulan belanja bulanan yang banyak sampe beberapa kantong. Begitu keluar supermarket, dia langsung cepat-cepat ngangkutin tas-tas belanjaan saya ke bagasi mobil seperti takut keduluan saya.

“Beruntung yang jadi istri kamu nanti. Kamu rajin bantu-bantu begini.” Ucap saya.

Lah dia malah jawab, “Ya karena kamu istri paman saya. Klo ke istri ya nggak.”

Ini juga ajaran turun temurun orangtua Turki yang salah besar menurut saya. Jangan pikir anak laki-laki yang sangat baik ke ibunya juga akan sangat baik ke istrinya. Banyak kejadian laki-laki Turki sangat berbakti ke ibunya, tapi justru nggak baik ke istrinya karena tetap jadi bayi ibunya.

Pernah saya disindir sebagai lady boss. suami saya nggak mau pindah rumah ke dekat rumah keluarganya karena saya nggak mau pindah. Mereka anggap suami saya takut sama saya dan nurutin semua apa kata saya. Padahal semua itu sudah melalui proses diskusi panjang suami istri yang orang lain nggak perlu terlibat.

Saya jawab ini bukan soal siapa bosnya, tapi kami ini partner hidup. Harus memikirkan kebahagiaan keduanya. Kalau yang satu nggak nyaman, ya jangan maksa.

Iya sih memang baik respek dan hormat ke orangtua, bahkan ini juga dianjurkan agama. Tapi alangkah lebih baiknya kalau kedua belah pihak sama-sama paham untuk saling menghormati. Yang saya lihat disekitar saya justru kebanyakan orang-orang tua Turki ini selalu mengandalkan ke-tuaannya untuk menekan yang muda dan yang muda nggak bisa berbuat apa-apa. Alasannya ya karena mereka orangtua, gitu aja terus sampe kiamat.

Contoh kecilnya lagi ya, keponakan laki-laki saya yang lain lagi, umurnya 26 tahun. Dia sedang melamar pekerjaan dengan jalur agen. Tiba-tiba mamanya bilang dia harus ikut ke Turki sama mamanya. Dia udah bilang dia nggak mau ikut. Tapi lagi-lagi, itu orangtua dan dia tidak berdaya. Akhirnya ikutlah dia ke Turki yang disanapun dia nggak ngapa-ngapain. Cuma mainan hp dan begitu balik ke Jerman nama dia di blacklist sama agen yang pastinya juga nyambung ke agen-agen lainnya karena telponnya nggak aktif saat sebuah perusahaan menghubunginya.

Sekarang dia jobless, nerima duit pengangguran dari negara 400 euro sebulan dan itu nggak cukup buat anak lajang. Buat beli bensin aja pas-pasan. Namanya udah tercatat sebagai orang yang nggak bertanggungjawab karena nomor telepon tidak aktif saat dihubungi. Siapa yang salah? Ya emaknya lah. Ngapain juga ngajak-ngajak ke Turki untuk hal yang sama sekali nggak penting.

Tapi tenang, udah dinasehatin sama suami saya. Udah dibilangin klo dia itu manusia bebas yang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri. Nggak harus semua yang dibilang orangtua itu diikutin karena orangtua juga manusia biasa. Tapi tetap gunakan cara yang baik.

Nggak tau sih apa ini yang disebut gila hormat, tapi menurut saya sifat baik orang Turki yang sudah mendarah daging ini kadang jadi boomerang dan nggak baik.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog