Pilih Bule Jerman Atau Turki?

Mungkin para gelinlar di Turki tidak pernah mengalami rasisme karena bersuamikan Turki. Tapi tidak dengan saya yang bersuamikan seorang bule Turki dan tinggal di Jerman. Bahkan rasisme itu dibuat oleh sesama orang Indonesia sendiri yang menganggap bersuamikan orang Jerman lebih prestisius dibandingkan bersuamikan bule Turki. Jadi, pilih bule Jerman atau Turki?

Flashback ke kehidupan saya saat baru-baru di Jerman, masih jomblo dan belum kepikiran nikah. Ada bule Jerman namanya Steve temennya yang punya rumah tempat saya tinggal. Steve ini umurnya setahun diatas saya. Dia seorang buruh pabrik bergaji 2400 euro per bulan.

Singkat cerita dia ini naksir saya 😀 Sering banget datang ke rumah siang-siang. Dia tau jadwal saya pulang sekolah. Pas nyampek rumah, eh udah ada dia aja. Saya sempat ngobrol beberapa kali sama dia dan menurut saya dia ini baik walau nggak terlihat intelek. Dia berasal dari keluarga yang brokenhome. Makanya dia bermimpi punya keluarga yang utuh dan bahagia.

Steve juga udah paham klo orang muslim itu nggak boleh berhubungan sex sebelum menikah. Dia bilang itu ke saya dan saya juga bilang klo saya nggak mau pacaran. Capek cuy, dosa juga. Pacaran lama-lama yang ada cuma nambah-nambahin dosa dan dia mengerti itu. Salah satu ciri-ciri laki-laki Jerman itu ya begitu, pembicaraannya terbuka dan to the point.

Tiba-tiba dia tau klo saya deket sama bule Turki (Mr. Ottoman). Padahal Mr. Ottoman baru sekali ke rumah. Itu juga karena saya nggak mau diajak keluar, takut diperk*sa 😀

Setelah itu saya dibilangin sama yang punya rumah dan juga Steve klo laki-laki Turki itu biasanya nikah muda di usia 20-an. Sedangkan waktu itu Mr. Ottoman umurnya udah 32. Ditambah lagi pekerjaannya bagus di bidang IT bergaji 4000 euro. Mobilnya Mercedes Benz dengan atap terbuka. Serius loh, saya aja nggak tau mobilnya apa waktu itu. Lah mereka dua ini perhatian sekali 😀

Jujur waktu itu yang jadi pertimbangan saya bukan itu. Buat saya Mr. Ottoman itu pinter dan nyambung klo ngomong sama saya yang Bahasa Jermannya masih patah-patah. Soal gaji, keliatannya aja banyak. Tapi potongannya banyak banget dan saya tau saat itu Mr. Ottoman ada sesuatu hal yang harus dia selesaikan juga. Intinya saya sudah tau apa aja masalah dia saat itu dan yang kami bicarakan itu seringnya soal visi misi masa depan itu gimana dan mau ngapain.

Cerita soal Steve berakhir sampai disitu karena dia tiba-tiba pindah entah kemana dan nggak pernah ketemu lagi sampe sekarang. Tapi saya doakan dia semoga hidupnya bahagia dan mendapatkan pasangan seperti yang dia impikan.

Mendengar dan melihat dari postingan facebook saya saat itu kalau saya sudah menikah dengan laki-laki Turki, banyak sekali komentar dari teman-teman saya. Salah satunya adalah bule Turki itu kriminal dan jahat. Yang ngomong itu suaminya bule Jerman dan pekerjaan suaminya tukang bersihin wc mampet.  Sorry, nggak mau julid sebenernya.

Saat ini saya punya beberapa teman yang belum menikah. Ibu-ibu pengajian di Stuttgart yang nikah sama orang Jerman sering sekali nasehatin mereka untuk nggak nikah sama orang Jerman. Katanya berat, apa-apa bayar masing-masing, mau beli ini itu harus kerja dulu dan bule Jerman nggak paham soal ngasi uang ke orangtua karena mereka nggak ngelakuin itu ke orangtuanya.

Begini sih klo menurut saya. Nggak semua bule Jerman itu begitu. Saya juga punya teman bersuamikan bule Jerman yang royal dan baik. Nggak nyuruh istrinya kerja karena memang dasarnya pekerjaan suaminya mencukupi. Tapi kalau kalian berharap nikah sama bule Jerman dengan ilmu agama setara dengan Ustadz Adi Hidayat, itu mimpi yang nggak mungkin jadi kenyataan namanya.

Beberapa bule Jerman yang saya lihat mau belajar islam dan ikut pengajian, tapi banyak yang masuk islam cuma untuk memudahkan urusan surat-surat dan juga karena permintaan keluarga istri. Dan rata-rata mereka tetap nggak bisa ngaji, minimal cuma baca alfatihah klo sholat. Ya itu aja udah alhamdulillah. Namanya orang belajar pas udah dewasa, yang dari lahir islam aja ngajinya masih banyak yang salah-salah.

Bule Jerman itu biasa dengan kehidupan serba bebas, termasuk didalamnya sex bebas. Sebagian diantara mereka tidak bisa menerima pedoman hidup sex setelah menikah apalagi kalau alasannya karena agama. Banyak teman-teman yang tadinya hidupnya ala Indonesia, tapi setelah punya pacar bule Jerman jadi ala Jerman. Menurut saya sah-sah aja klo itu pilihan hidup mereka sendiri. Dosa tanggung masing-masing.

Tapi siapa bilang bule Turki hidupnya lurus-lurus aja. Banyak bule Turki yang hidupnya sama bebasnya kek bule Jerman. Islamnya cuma islam ktp. Tapi bedanya sebebas apapun bule Turki, mereka ujungnya back to family dengan segala adat dan kebiasaannya juga.

Jerman sendiri udah seperti negara keduanya orang Turki. Mereka adalah imigran terbesar disini. Banyak orang Jerman yang nggak suka sama mereka dan orang Indonesia juga ada yang ikut-ikutan menganggap bule Turki itu sebagai sampah di Jerman. Padahal banyak orang Turki yang sukses di Jerman. Pun bule Jerman yang mereka bangga-banggain itu juga banyak yang dari kalangan bawah dengan gaji sedikit aja lebih tinggi dari UMR nya Jerman.

Pilih bule Jerman atau Turki? Ya tergantung pilihanmu. Dua-duanya ada plus minusnya. Kenapa saya lebih milih bule Turki? Karena saya nggak mau ribet ngajarin soal agama. Saya maunya diajarin dan sama-sama belajar lagi. Klo sama bule Jerman harus banyak sabar untuk urusan agama dan semuanya dari awal. Selain itu ya memang udah jodohnya aja sama bule Turki 😀 Dan satu lagi, klo kamu nikah sama bule Turki di Jerman, siap-siap dengan rasisme yang double-double dalam segala hal. Nggak cuma soal masalah sehari-hari, di dunia pekerjaan, pembelian properti dan lainnya pernah kami alami.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog