Wafat di Tanah Rantau (Eropa)

“Kalau meninggal di Jerman nanti gimana?”

Sebuah pertanyaan dari seseorang yang diajukan ke saya saat pertama kali akan berangkat ke Jerman. Memang dulu saya nggak pernah mikir tentang itu. Yang penting nyampek di Jerman, itu aja dulu. Tapi belakangan sering juga kepikiran dan bahas soal ini sama teman-teman.

Tahun lalu, seorang mahasiswi Indonesia tewas tenggelam di sebuah danau di daerah Bayern. Karena wafatnya termasuk kecelakaan dan kepolisian butuh waktu untuk evakuasi, jenazahnya perlu diotopsi. Sementara itu awalnya pengakuan keluarga katanya mereka tidak mampu membayar biaya kepulangan. Langsung teman-temannya menggalang dana di kitabisa.com dan dalam waktu singkat dana terkumpul melebihi dana yang dibutuhkan. Lalu pihak KBRI juga memberi kabar bahwa mereka menanggung biaya kepulangan jenazah. Uang yang terkumpul di kitabisa.com tetap diserahkan kepada pihak keluarga. Itu sudah rezekinya si mayit.

Kemarin saya mendapat kabar dari teman-teman gelin di Turki. Seorang gelin di daerah Espiye meninggal dunia karena kecelakaan bus. Baru menikah beberapa bulan dan sedang mengandung, juga sudah punya anak yang masih kecil di Indonesia. Saya benar-benar kaget membaca pemberitahuan di grup gelin dan juga status teman-teman sesama gelin. Walaupun saya tidak kenal secara personal dengan yang bersangkutan, tapi rasanya hidup dan mati itu memang nyata tak berjarak.

Semua teman-teman gelin sibuk mencari informasi dan membantu segalanya. Mungkin karena di daerah itu tidak banyak orang Indonesia yang tinggal, agak susah mendapatkan informasi. Untungnya ada gelin yang dengan ikhlas mengunjungi suami korban yang juga menjadi korban kecelakaan tapi masih selamat.

Keluarga di Indonesia mengaku tidak punya dana 80 juta untuk pemulangan jenazah. Kabar terakhir yang saya baca dari grup, beliau dimakamkan di Turki. Keluarganya di Indonesia minta dikirimin foto-foto terakhirnya, juga makamnya. Saya yang nggak kenal juga ikut-ikutan sedih mendengarnya. Insyaallah husnul khatimah.

Saya juga kurang paham kenapa tidak ada bantuan dari KBRI soal pemulangan ke Indonesia. Mungkin juga karena pihak KBRI terlambat mendapatkan kabar. Juga tidak ada yang berinisiatif untuk membuka penggalangan dana seperti kasus mahasiswi di Jerman tadi. Beda kasusnya. Mungkin para gelin di Turki juga sibuk kesana kesini cari tau. Saya sendiri baru sekarang teringat soal penggalangan dana dan sudah terlambat untuk saat ini. Lagi pula beliau sudah menikah dan punya keluarga di Turki, sedangkan si mahasiswi hanya seorang mahasiswi yang mungkin kalau dimakamkan di Jerman agak repot prosesnya karena di Jerman sendiri sangat jarang ada pemakaman muslim. Kalau di Turki semuanya muslim, jadi nggak susah.

Itulah nasib, kita nggak ada yang tau kapan dan dimana kita wafat. Saya sempat terfikir gimana kalau saya wafat disini, di Jerman, negara minoritas muslim.

Saya sudah berpesan ke Mr. Ottoman kalau saya mau dimakamkan di Indonesia. Tapi kalau dia tidak punya uang, saya mau dimakamkan di Turki di pemakaman keluarganya. Walaupun dia sering kesal kalau saya bicara begitu, tapi saya rasa memang perlu dipesankan karena saat ini dialah satu-satunya orang terdekat saya.

Orang-orang Turki di Jerman biasanya punya asuransi kematian. Jadi kapan saja mereka wafat di Jerman tidak akan kesusahan karena sudah diurus asuransi soal pemulangan jenazahnya ke Turki. Memang rata-rata orang Turki maunya dimakamkan di Turki, meskipun lahirnya di Jerman seperti Mr. Ottoman.

Soal wafat ini juga pernah dibahas di grup pengajian orang Indonesia. Sayangnya Indonesia belum punya asuransi kematian untuk memulangkan jenazah ke Indonesia. Lalu bagaimana jika orang-orang Indonesia disini yang sudah berketurunan dan beragama islam wafat di Jerman?

Ada tempatnya. Di Jerman ada beberapa pemakaman muslim, tapi bisa dihitung dengan jari jumlahnya diseluruh Jerman dan biayanya sangat mahal. Iya, wafat di Jerman itu juga butuh biaya mahal. Banyak prosesnya dan katanya tidak boleh mayat langsung bersentuhan dengan tanah karena bisa menimbulkan wabah penyakit. Begitu katanya. Jelas ini bertentangan dengan ajaran agama kita kan. Makanya saya lebih baik dimakamkan di Turki daripada di Jerman.

Sampai saat ini saya belum pernah menghadiri pemakaman muslim di Jerman. Pengen juga sih liat gimana prosesinya untuk nambah wawasan.

Jodoh, rezeki dan maut memang ketentuan Allah. Tapi jangan lupa kita manusia juga diperintahkan untuk mencari jodoh, menjemput rezeki dan mempersiapkan kematian, bukan hanya duduk diam menunggu.

Semoga kita semua diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah dan doakan saya supaya wafat di Indonesia saja, jangan di Jerman.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog