Ramadan Terindah Bersama Ayah

2013 adalah terakhir kalinya saya melaksanakan ibadah puasa di Indonesia bersama keluarga pasca merantau ke Jerman di tahun 2012. Tahun-tahun setelahnya saya melaksanakan ibadah puasa ramadan di Jerman dan Turki. Tentu ada kesan tersendiri saat melaksanakan ibadah puasa ramadan di negeri empat musim. Tapi kenangan ramadan berkesan saat masih di Indonesia tak tergantikan oleh kehidupan baru saya disini. Rencananya ramadan tahun ini akan saya habiskan bersama keluarga di Indonesia di minggu terakhirnya hingga lebaran.

Manusia hanya mampu berencana, tiga bulan menjelang ramadan ayah saya sakit keras dan akhirnya meninggal dunia di bulan februari lalu. Saya tergesa-gesa pulang ke Indonesia dan alhamdulillah masih sempat bertemu ayah dalam keadaan hidup dan merawatnya selama beberapa hari. Tentunya saya sedih karena saya sudah membayangkan ramadan dan lebaran tahun ini akan menjadi yang paling sempurna seumur hidup saya. Tentu takdir yang telah tertulis untuk ayah saya harus bisa saya terima dengan lapang dada.

Masih kuat diingatan saya bagaimana ramadan-ramadan yang telah lalu saat saya masih tinggal bersama orangtua di Indonesia. Kenangan ramadan berkesan bersama ayah yang tak akan pernah terulang lagi. Ayah saya adalah seorang pekerja keras, jujur dan taat beribadah. Lebih dari 40 tahun ia mengabdikan dirinya bekerja dengan mengayuh sepeda ontelnya di sebuah pabrik roti sampai beberapa tahun lalu dia memutuskan untuk berhenti bekerja dan istirahat di rumah karena kondisinya yang sudah tak sekuat dulu. Juga karena desakan kami anak-anaknya yang menginginkannya istirahat menikmati masa tuanya.

Disetiap ramadan ayah bekerja lebih lama. Pabrik tempat ia bekerja pastinya memproduksi lebih banyak kue lebaran. Pergi subuh dan sering ia pulang saat azan maghrib. Ayah biasanya selalu bawa pulang takjil yang ia beli saat pulang kerja. Seperti itulah ayah saya, sampai 64 tahun usianya ia selalu membawa pulang ke rumah apapun yang ia dapatkan dari luar. Bahkan saat kerja lembur di bulan ramadan dan harus pulang hampir tengah malam, ayah selalu bawa pulang makanan yang seharusnya ia makan saat buka puasa. Ia lebih memilih makan bersama-sama kami di rumah. Sate padang menjadi makanan yang paling sering ia bawa saat lembur di bulan ramadan.

Ayah saya bukan tipe laki-laki yang ribet. Begitu juga saat ramadan. Dia nggak pernah banyak permintaan untuk makanan. Makanya mamak saya nggak pernah repot menyiapkan makanan saat ramadan khususnya sahur. Kadang ayah juga tak canggung membuatkan teh hangat untuk mamak. Hal-hal semacam itulah yang meninggalkan kenangan ramadan berkesan di hati kami semua yang ditinggalkan ayah.

Hal-hal kecil yang sering dilakukan ayah saya saat ramadan itu selalu saya bawa-bawa keatas meja makan kami. Sering saya menceritakannya pada Mr. Ottoman soal perilaku ayah saya. Bagaimana dia selalu membawa pulang takjilnya dan dia yang tetap menjalankan ibadah puasa meskipun berat pekerjaannya.

Hal lain yang paling saya ingat saat ramadan adalah ayah yang selalu sabar membangunkan saya untuk makan sahur. Saya memang sulit sekali dibangunkan, mamak saja sering ngomel dan tidak sabar. Tapi ayah saya paling sabar membangunkan saya. Bolak-balik dia masuk ke kamar saya untuk membangunkan karena membangunkan saya dari tidur lelap itu tidak cukup sekali dua kali.

Mengingat ayah disaat-saat seperti ini akan memunculkan kembali kenangan ramadan berkesan yang tidak akan pernah terlupakan dan tergantikan. Juga tidak akan pernah bisa diulang lagi. Bersyukurlah kalian yang masih memiliki ayah dan bisa melaksanakan puasa ramadan tahun ini bersamanya. Saya juga bersyukur memiliki kenangan ramadan berkesan, ramadan terindah bersama ayah.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog