Ngabuburit Asyik Jerman vs Indonesia

Masih in banget cerita ngabuburit kali ini. Dulu saat masih tinggal di Indonesia saya jarang sekali ngabuburit keluar rumah kecuali kalau ada acara buka puasa bersama. Jelas beda suasana ngabuburit di Jerman dan Indonesia. Di Jerman mana ada ngabuburit ke event-event ramadan yang banyak diselenggarakan baik itu oleh pemerintah maupun swasta.

Di Medan, kota tempat saya tinggal selama 24 tahun setiap tahunnya saat ramadan pemerintah setempat mengadakan Ramadan Fair tepat dijalan depan Mesjid Raya Al Masyhun yang menuju ke Istana Maimun. Jadi jalan itu ditutup selama ramadan. Tujuannya bagus dan bisa jadi tempat ngabuburit asyik karena semuanya lengkap disana. Penjual makanan ada, penjual barang-barang kebutuhan puasa dan lebaran juga banyak. Mau beribadah juga gampang. Plus ada hiburannya yang biasanya mendatangkan artis-artis ibukota.

Fakta yang saya lihat disana, banyak sekali orang-orang yang bereuforia sehingga meninggalkan ibadah baik itu ibadah solat maghrib, isya sampai tarawih. Berkah ramadan yang semestinya tak melulu soal keuntungan duniawi menjadi hilang ditelan kemeriahan acara.

Bukan cuma di Ramadan Fair saja. Sudah lazim bagi orang Indonesia mengadakan acara buka puasa bersama keluarga, teman mulai dari teman kantor, teman SMA, SMP, SD, TK, teman arisan dan teman-teman lainnya. Tidak sedikit pula restoran dan tempat-tempat makan yang menyediakan hidangan dan tempat untuk berbuka puasa. Pastinya sebelum berbuka ngabuburit dulu dong. Kebanyakan ngabuburitnya ya ngobrol. Dari acara buka puasa bersama yang pernah saya datangi saat masih di Indonesia, ngabuburitnya itu ya ngobrol. Ada juga yang mengadakan ngabuburit asyik dengan mendatangkan ustadz sebagai penceramah. Tapi sangat jarang saya lihat.

Dulu saat masih kuliah saya dan beberapa orang teman juga sering ngabuburit ke mesjid-mesjid besar di kota Medan yang menyediakan makanan berbuka puasa. Memang di Indonesia hanya mesjid-mesjid yang tergolong besar saja yang menyediakan makanan berbuka puasa untuk umum. Plusnya ngabuburit asyik ke mesjid-mesjid ini adalah bisa mendengarkan ceramah secara khusu’ dan ibadah tidak lalai.

Hijrah ke Jerman semua terasa jauh berbeda saat ramadan tiba. Untuk menemukan atmosfir ramadan itu saya harus datang ke mesjid-mesjid atau ke kelompok yang beragama islam. Bukan cuma kelompok sesama orang Indonesia saja, orang Turki sebagai imigran yang paling banyak mendiami Jerman adalah yang paling aktif saat ramadan.

Contohnya tahun ini, ada banyak sekali agenda buka puasa bersama dari berbagai organisasi dan perkumpulan. Sabtu lalu kami warga Indonesia diundang oleh kelompok Turki untuk buka puasa bersama ditempat mereka. Bukan di mesjid, melainkan semacam kantor.

Presentasi dan perkenalan

Ngabuburit asyik malam itu diisi dengan acara perkenalan dan ngobrol-ngobrol soal program mereka dan juga tentang Indonesia. Uniknya kami jadi saling bertukar budaya. Apalagi sebagian mereka juga bisa berbahasa Indonesia karena pernah tinggal di Indonesia dan menyukai makanan Indonesia.

Makanan yang mereka suguhkan pastinya makanan Turki. Ada sup mercimek, roti turki, bulgur, nasi turki, ayam, daging kebab, baklava, salat dan teh turki. Tapi sebelumnya kami sudah sepakat mau bawa kue-kue Indonesia. Ada yang bawa martabak, kue sus, klepon, bolu ketan hitam dan saya sendiri bawa bakwan.

Setelah ngabuburit asyik itu selesai dan masuk waktu maghrib pada pukul 21.10, azan dikumandangkan oleh seorang mahasiswa Indonesia. Suasana senyap mendengarkan azan syahdu yang pastinya suaranya hanya terdengar diruangan itu saja. Kami berbuka dengan kurma dan kue-kue lainnya. Setelah itu langsung solat maghrib. Setelah solat baru dilanjut dengan makan makanan berat ala Turki yang dimulai dengan makan sup, lanjut ke makanan utama yang disajikan secara prasmanan. Setelah hidangan utama selesai biasanya orang Turki lanjut lagi dengan ngeteh dan makan sepotong kue manis. Tapi perut Indonesia itu berbeda. Semuanya sudah menyerah setelah menghabiskan makanan utamanya, bahkan ada yang nyerah setelah makan sup karena sup turki disantap dengan roti juga.

Makan ala prasmanan

Tidak semua acara buka puasa bersama di Jerman itu sama. Buka puasa bersama perkumpulan Indonesia punya cara sendiri. Biasanya kami ngabuburit asyik dengan tadarus al-qur’an dan ceramah agama. Hal ini juga kami lakukan saat buka puasa bersama di mesjid Turki Ebersbach jum’at lalu.

Umumnya mesjid-mesjid di Jerman memang menyediakan makanan berbuka. Ngabuburitnya diisi dengan tadarus dan ceramah. Sebagian mengisi ngabuburitnya dengan memberikan pelayanan seperti memasak makanan untuk berbuka dan menghidangkannya untuk orang yang berpuasa. Memang rata-rata mesjid disini ada dapur, aula dan ruangan kantornya. Jadi semua dikerjakan disana. Anak-anak kecilpun boleh ikut ngabuburit asyik. Saat para ibu tadarus al-qur’an, anak-anak kecil dibiarkan bermain-main didalam mesjid. Tidak dimarahi seperti yang sering kita lihat di Indonesia. Anak kecil tidak boleh datang ke mesjid apalagi kalau main-main. Pastinya sesekali para ibu disini mengingatkan anaknya untuk tidak terlalu ribut dan tidak mengganggu orang.

Ngabuburit asyik Jerman vs Indonesia memang berbeda. Kalau kebanyakan orang Indonesia ngabuburitnya ke event-event ramadan yang ramai dikunjungi masyarakat umum, kami di Jerman ngabuburitnya ke mesjid-mesjid yang jamaahnya juga masih bisa dihitung. Apapun dan bagaimanapun itu yang terpenting adalah kita tetap menjalankan ibadah puasa ramadan kita dengan khusu’ dan tidak lalai oleh euforia duniawi, terlebih saat-saat menjelang lebaran nanti.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog