Catatan Hati Seorang Menantu || Bersaing dengan Mertua

Bersaing dengan mertua, berebut perhatian satu orang laki-laki yang sama-sama dicintai lebih sulit dibandingkan bersaing dengan pelakor. Namamu yang sah tertulis di buku nikah tetap menjadi pemenangnya meskipun hatimu terluka jika ada wanita pengganggu rumahtanggamu. Akhirnya entah itu kau memutuskan untuk memaafkan lelakimu dan kembali bersama ataupun lebih memilih berpisah, sejarah tetap mencatat kaulah yang menjadi pemenangnya secara terhormat. Harga dirimu tetap terjaga sebagai wanita suci dan baik.

Sedangkan jika kau bersaing dengan mertua, sulit dan sangat sangat sulit. Atas dasar norma dan batas-batas penghormatan terhadap orang yang menjadi jalan lelakimu hadir ke dunia, kau tetap akan menjadi yang kedua. Apalagi Tuhan sebagai yang segala TERMAHA telah memberikan ultimatum bahwa surga yang dijanjikanNYA itu ada dibawah telapak kaki ibu. Meski Tuhan tak pernah menjelaskan secara gamblang ibu yang seperti apa yang memiliki surga ditelapak kakinya.

Duhai menantu wanita, kau akan tetap salah jika menentangnya dan tidak akan menang saat disakitinya. SABAR!!! Itu yang didengungkan banyak orang. Katanya segala hal yang tidak mengenakkan dari mertua itu akan menjadi ladang pahala dan terkabulnya doa-doa untukmu wahai menantu wanita.

Nyatanya banyak ibu diluaran sana yang tidak 100% ikhlas melihat bayi laki-lakinya yang sebenarnya sudah menjelma dewasa mencintai dan membahagiakan wanita lain. Dia lupa, diseberang sana juga ada seorang ayah yang terus mencoba ikhlas melihat anak perempuannya menduakannya. Dia tak lagi menjadi yang bertanggungjawab dan berhak atas anak perempuannya.

Umumnya laki-laki, mereka tak menampakkan perasaannya. Pun tak ingin ikut campur dalam rumahtangga anak perempuannya. Tapi percayalah, seorang ayah akan jauh lebih sedih melihat anak perempuannya menangis dibandingkan kesedihanmu tentang bayi besarmu yang sudah diurusi wanita lain.

Seorang ayah tak pernah merasa bersaing dengan menantu laki-lakinya. Lalu, kenapa kau ibu mertua masih saja mencari-cari perhatian lebih dari anak laki-lakimu. Tak perlu melakukan drama, kau tetap ibunya dan dia tetap memperhatikanmu sama seperti dulu. Mengapa kau terus bersaing dengan menantu perempuanmu, wanita yang dipilih oleh bayi besarmu untuk menemani hari-harinya, hari-hari yang mungkin akan lebih panjang dibandingkan hari-harimu bersama bayi besarmu itu.

Kau yang secara tak sadar memulai persaingan ini ibu mertua. Lalu kau pula yang merasa terluka. Entah apa tujuannya. Kau bilang ingin menantumu bahagia, nyatanya kau yang mengusik kebahagiaannya.

Meskipun aku, menantu perempuanmu tetap menjadi yang kedua dihati anak laki-lakimu, tetap kau tak pernah menjadi pemenangnya selama tidak ada ikhlas dihatimu melihat anak laki-lakimu membahagiakan anak perempuan laki-laki lain.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog