Triberg, Kota Wisata Bak Fairy Tale di Lembah Black Forest

Black Forest, mendengar nama ini mungkin muncul ke-ambigu-an di kepala kita. Sebagian besar orang membayangkan kue lezat saat mendengar kata Black Forest. Tapi bukan kue coklat cerry nan lezat itu yang saya maksud, melainkan daerah asal tempat kue yang di daerah asalnya ini bernama Kirschtorte.

Musim panas lalu kami melakukan perjalanan singkat ke kawasan Black Forest, tepatnya ke Kota Triberg. Kawasan Hutan Hitam ini memiliki luas sekitar 6.009.2 km². Terletak di negara bagian yang sama dengan Kota Stuttgart, Baden-Württemberg. Lebih satu jam waktu yang kami butuhkan dari Stuttgart untuk sampai kesana.

Ada banyak sekali desa dan kota kecil cantik bak fairytale di kawasan Black Forest ini. Kami memilih Kota Triberg yang jaraknya lebih dekat dibandingkan kota-kota kecil lainnya yang memakan waktu tempuh lebih dari 2 jam, sedangkan kami tidak berencana untuk menginap.

Triberg merupakan kota wisata yang cukup terkenal. Tak heran jika daerah ini penuh sesak oleh wisatawan, khususnya di musim panas seperti saat kami pergi waktu itu. Siang hari yang panjang dengan matahari yang ramah mebuat banyak orang betah berlama-lama di Triberg.

Begitu tiba di Triberg, tempat pertama yang kami kunjungi adalah World’s Biggest Cucko Clock/Weltgrösste Kuckucksuhr. Jadi, Black Forest khususnya Triberg ini memang terkenal sebagai daerah produsen jam cucko clock sejak pertengahan tahun 1800-an. Saya melihat ada beberapa rumah dengan Kuckucksuhr besar diluarnya. Tetapi yang paling besar hanya ada 2 dan kami mengunjungi salah satunya.

World’s Biggest Cucko Clock

Tiket masuknya seharga 2 euro. Dari dalamnya pengunjung bisa melihat mesin raksasa yang menjalankan jam Kuckucksuhr ini. Mereka juga menjual aneka souvenir dan tentunya yang khas dari daerah ini yaitu jam Kuckucksuhr yang terbuat dari kayu. Yang ditunggu-tunggu dari Kuckucksuhr ini adalah bunyi “kuckuck” dari burung yang ada didalam jam yang akan keluar setiap 15 menit sekali.

Sambil nunggu si burung keluar, kami jalan-jalan di pelatarannya. Nggak banyak sih yang bisa dilihat disini. Halaman yang luas dengan latar Black Forest. Ada kursi panjang tempat beristirahat dengan atap berbentuk topi Bollenhut, topi khas wanita Black Forest. Setelah si burung keluar, kami sudahi kunjungan ini dan lanjut lagi ke tujuan berikutnya.

Cari tempat parkir di pusat Kota Triberg saat itu cukup sulit. Akhirnya ketemu juga parkiran dipojokan. Dari sana kami jalan kaki mengelilingi kota dan berhenti di pintu masuk lokasi Air Terjun Triberg. Air Terjun Triberg merupakan air terjun tertinggi di Jerman dengan model bertingkat dan tingginya mencapai 163 meter.

Tiket masuk tunggalnya 5 euro, sedangkan tiket kombinasi dengan museum yang ada didekat gerbang masuk dihargai 9 euro. Enaknya disini toiletnya gratis, tapi agak kotor. Mungkin karena terlalu banyak orang saat itu. Tapi tetap masih jauh lebih bersih dibandingkan toilet umum di Indonesia.

Menjelajahi Air Terjun Triberg ini harus memiliki stamina yang cukup karena lokasinya didalam hutan Black Forest dan menanjak. Begitu melewati gerbang masuk, kami disambut dengan aliran air sungai kecil tapi airnya jernih sekali. Begitu tiba ditingkatan pertama Air Terjun Triberg, kami nikmati sejenak pemandangan indah itu. Lagi-lagi, karena banyak sekali turis jadi pada berebutan mau foto disana.

Air Terjun Triberg

Kami beristirahat sebentar disetiap tingkatan. Di tingkatan terakhir ada sebuah jembatan untuk menyeberangi air terjun. Jadi disini nggak boleh mandi-mandi dan menyentuh airnya. Selain susah dipegang, ada juga lokasinya yang dipagar. Padahal saya udah bawa baju ganti dari rumah. Kirain bisa mandi-mandi kek di Air Terjun Sipiso-piso. Taunya keindahan air terjun ini cuma boleh dilihat, tapi tak boleh dipegang 😀

Kami istirahat setelah melewati tingkatan paling akhir, tepatnya didalam hutan Black Forest. Jangan kira hutan ini serem seperti yang dikatakan orang-orang. Mitosnya hutan ini memang banyak hantunya. Mungkin sih ia banyak jin yang tinggal disini. Tapi karena banyak yang lalu lalang, suasana mistisnya sama sekali nggak ada. Tapi nggak tau juga klo kesini pas musim dingin. Mungkin nggak banyak turis disini saat musim dingin dan suasana mistisnya bisa didapat.

Setelah sedikit ngisi perut dengan snack yang kami bawa, kami lanjutkan perjalanan kearah bawah untuk keluar areal ini. Jalannya berbeda dengan jalan masuknya tadi. Istilahnya ini pintu belakangnya. Dari lembaran informasi wisata yang kami dapatkan dari loket tiket tadi, tertulis dibawah sana ada sebuah danau. Dengan semangat walaupun udah lelah kami turuni lembah Black Forest. Nyampe dibawah taunya zonk. Itu sih bukan danau, cuma kolam air buatan yang airnya juga keruh.

Kami jalan kembali ke pusat kota. Letaknya nggak jauh kok dan kotanya juga kecil. Setiap sisi kota ini memang mempesona dengan daya tarik wisatanya. Bangunan-bangunanya khas Black Forest dengan memamerkan jam Kuckucksuhr. Banyak toko-toko souvenir berjajar. Salah satunya House of 1000 Clocks yang menjual aneka souvenir khususnya aneka jam handmade made in Germany.

House of 1000 clocks

Aneka jam kuckucksuhr sampai jam aneka jenis dipampangkan disini. Mulai harga puluhan euro sampai ratusan juta euro. Asli ini pertama kalinya saya melihat langsung jam seharga ratusan juta. Plus cara pembuatannya sebagian juga ditunjukkan disini. Karena sesak dan terlalu banyak orang, saya kurang bisa menikmati. Saya ambil satu souvenir berbentuk piring dan 2 buah kartu pos. Langsung bayar dan keluar.

Setiap sudut Triberg memang sangat cantik. Cocok disebut bak negeri dongeng. Sayangnya sudah terlalu banyak orang yang mendatangi tempat ini dan menjadikannya sangat touristik. Surely, I’ll be back in another season.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog