Wanita Turki vs Indonesia

Kesan pertama keluarga Mr. Ottoman saat pertama kali berkenalan dengan saya adalah saya wanita lambat. Kesan saya saat pertama kali bertemu mama mertua dan kakak-kakak ipar adalah mereka sangat cepat dan lihai dalam mengerjakan pekerjaan rumahtangga.

Sudah tertanam dalam diri wanita-wanita Turki bahwa hampir seluruh hidup dan waktu mereka dihabiskan untuk bersih-bersih. Kalimat ini terkesan lebai, tapi memang benar adanya. Saya tidak pernah melihat kakak-kakak ipar saya duduk santai berbincang dengan tamu saat kami berkunjung ke rumahnya yang selalu ada saja tamu lain yang datang. Orang Turki memang dikenal suka bertamu ke rumah saudara dan teman-teman sekumpulannya.

Tak pernah pula saya melihat tumpukan piring kotor di dapurnya ataupun remahan biskuit atau kulit kacang sedikit tercecer di lantai. Bagi kita orang Indonesia mungkin kita akan menganggap wajar jika melihat piring kotor didapur dan ada makanan di lantai yang jatuh tanpa sengaja ketika di rumah yang kita kunjungi itu sedang banyak tamu. Kita akan memaklumi bahwa si tuan rumah sibuk menjamu tamu dan tentunya duduk bersama-sama tamu sambil mengobrol. Urusan dapur bagi yang tidak punya pembantu biasanya diurus belakangan saat tamu sudah pulang.

Hal tersebut tak berlaku di rumah-rumah lelaki yang beristrikan wanita Turki. Air setetes menempel diatas meja, langsung dibersihkan saat itu juga. Piring-piring kotor langsung masuk mesin pencuci piring sesaat setelah tamu selesai makan. Tak hanya yang dicuci dengan mesin, alat-alat memasak yang harus dicuci dengan tangan pun langsung dicuci. Pantang bagi mereka membiarkan dapur berantakan tanpa pengecualian apapun.

Belum lagi adatnya orang Turki itu kalau makan biasanya dibuka dengan makan sup, lalu makan makanan utama seperti nasi Turki, daging, kentang, kus-kus dan sebagainya, lalu ditutup dengan hidangan penutup sambil minum teh Turki. Mereka makannya memang banyak. Nggak heran kalau bertamu ke rumah orang Turki itu makanannya seabrek-abrek. Macem-macem kue, cemilan, buah-buahan. Belum lagi makanan utama mereka yang juga banyak jenisnya. Jujur saya bukannya tambah selera makan saat bertamu ke rumah orang Turki, perut ini rasanya udah kenyang duluan.

Bagi orang Turki, gelas minum teh juga tidak boleh sama dengan gelas minum air mineral. Piring sup, makanan utama dan untuk dessert harus berbeda meskipun saya pernah bilang tidak apa-apa saya pakai piring yang sama karena itu juga bekas saya sendiri. Tapi tetap tidak boleh. Gelas-gelas diatas meja yang diperkirakan tak jelas pemiliknya juga langsung diangkut dan dicuci. Jadi, kebayang kan berapa banyak peralatan makan yang mereka butuhkan.

Siapa bilang sesudah piring kotor dimasukkan ke mesin semuanya akan beres. Begitu mesin mati, langsung piring-piring disusun lagi kedalam lemari. Nggak ada cerita nanti-nanti bagi wanita-wanita Turki. Tapi,satu hal yang aneh bagi saya. Meskipun mereka punya anak gadis, jarang saya lihat anak-anak gadis ini benar-benar membantu ibunya didapur saat ada tamu. Tidak seperti saya dulu. Walaupun dulu pemalas, tetapi saat ada tamu yang datang pasti sayalah yang membuat teh dan menyiapkan hidangan. Kalau kata orangtua dulu siapa tau tamu yang datang lagi cari jodoh, jadi anak gadisnya nggak terlihat malas.

Jadi, wanita-wanita Turki itu tidak pernah duduk santai saat tamu datang. Selalu sibuk dan takut kalau rumah mereka terlihat kotor walau hanya sesaat. Selain itu, gelas teh Turki yang berukuran kecil juga membuat mereka harus mondar-mandir dapur ruang tamu saat gelas-gelas teh para tamu terlihat kosong. Wanita Turki juga dituntut peka dengan keadaan khususnya saat ada tamu. Sangat tidak etis bagi mereka jika sampai si tamu meminta gelas tehnya diisikan lagi. Jadi, begitu gelas kosong harus diambilkan teh yang baru. Ribet kan! Belum lagi di Jerman ataupun di Turki jarang sekali yang memakai jasa pembantu.

Nah! Gimana dengan saya yang bersuamikan lelaki Turki. Saya sih enjoy aja. Just be myself. Dulu diawal-awal saya sempat dituntut untuk bekerja lebih cepat oleh Mr. Ottoman setelah dia mendengar omongan ibu dan saudara-saudaranya yang berkomentar bahwa saya sangat lambat dalam mengerjakan pekerjaan rumahtangga. Lambatnya saya itu masih dihitung normal di Indonesia. Jadi bukan lambat yang sebenar-benarnya lambat. Belum lagi soal cara memegang pisau yang tidak sesuai dengan cara mereka memegang pisau. Intinya namanya berbeda negara dan budaya, jadi banyak sekali yang tidak sama. Dulu saya sampai tidak mau menerima tamu Turki karena kerempongan-kerempongan itu dan takut mereka jijik dengan rumah saya. Padahal menurut teman-teman non Turki yang sudah pernah datang ke rumah saya, rumah saya cukup bersih dan rapi.

Tapi, orang Turki itu matanya jeli sekali. Kotoran di lubang semut pun mereka bisa lihat. Itulah yang membuat saya dulu takut menerima tamu Turki. Saya juga takut kalau nantinya suami saya malu dan dicap punya istri yang nggak bisa menjaga kebersihan rumah. Tingkat kebersihan orang Turki itu sangat jauh diatas rata-rata orang Indonesia.

Time flies. Saya nggak lagi ngotot meminta Mr. Ottoman memahami saya sebagai wanita Indonesia yang kadang berujung pertengkaran. Saya akui dulu dia mudah terpengaruh omongan keluarganya yang menurut mereka saya ini harus seperti wanita Turki dan sulit bagi mereka memahami bahwa saya ini wanita Indonesia.

Saya pakai cara halus untuk membuat Mr. Ottoman paham bahwa pernikahan kami tidaklah sama dengan pernikahan siapapun di dunia ini, apalagi dengan pernikahan orangtuanya dan abang-abangnya. Saya ajak dia berkenalan dengan orang-orang Indonesia. Kebetulan juga saya punya teman yang menikah dengan orang Turki. Setidaknya hal itu bisa jadi perbandingan antara keluarga suami teman saya dengan keluarga Mr. Ottoman karena harus apple to apple dan tidak bisa dibandingkan dengan keluarga yang 100 persen Indonesia. Kadang saat santai saya ceritakan bagaimana orang-orang Indonesia. Orang Turki memang terkenal keras dan mau menang sendiri. Cara untuk memenangkan hati mereka ya dengan cara halus dan lembut. Tapi percayalah, once you get his love, dia akan menjadi ‘boneka’ mu.

Akhirnya Mr. Ottoman pun mengerti bahwa kebanyakan wanita Indonesia itu memang lambat. Dia lihat sendiri bagaimana teman-teman saya. Banyak yang dia pelajari dari mereka dan semuanya pun berbalik. Dia katakan ke ibunya dan saudara-saudaranya untuk tidak mencoba merubah saya karena saya tidak seperti mereka dan dia terima saya sebagaimana saya.

Bukan berarti saya tidak belajar budaya Turki. Tentu saya juga harus belajar supaya Mr. Ottoman tidak merasa kehilangan budayanya. Ketakutan saya menerima tamu Turki berjalan sampai setahun. Akhirnya saya mau juga didatangi. Kami berbagi tugas. Mr. Ottoman turut membantu membersihkan rumah. Psssstttttt…..!!! Ini rahasia kita sesama orang Indonesia aja ya…! Jangan sampai keluarga Mr. Ottoman tau kalau dia udah mulai hobi bantu beberes rumah 😀

Saya pun bilang ke Mr. Ottoman, saudaranya nggak usah ikutan ngerecokin dapur. Biar saya aja. Alhasil mereka semua duduk manis di ruang tamu. Kelihatannya Mr. Ottoman udah ngomong duluan ke keluarganya. Sayapun nggak sesibuk mereka saat rumahnya didatangi tamu. Seperti orang Indonesia pada umumnya, saya juga duduk santai ngobrol bersama-sama mereka. Sesekali ngambilin teh, tapi nggak bolak-balik.

Oya, pagi hari sebelum mereka datang, saya kembali ngecek kebersihan rumah sampai-sampai saya colek lantai pake jari telunjuk untuk memastikan nggak ada debu yang menempel. Saya juga bilang ke Mr. Ottoman, kalau teman Indonesia saya yang datang, saya nggak sampe segininya ngebersihin rumah. Mereka juga bisa datang kapan aja. Tapi kalau tamu Turki harus pake persiapan dulu.

Yang saya khawatirkan sebenarnya hanyalah nama baik Mr. Ottoman. Karena wanita-wanita Turki itu aktiv sekali berkabar. Cara saya memegang pisau yang tidak sesuai dengan cara mereka saja bisa diketahui sampai ke keluarga mereka yang dipelosok Turki sana. Ajaib kan…!!! Kalau saya sendiri orangnya cuek. Terserah orang mau bilang apa.

Ini baru dari satu sisi saja. Lalu bagaimana dari sisi lainnya? Misalnya bagaimana wanita Turki vs wanita Indonesia saat akan menikah? Mau tau tanggapan Mr. Ottoman tentang wanita Turki? Ikuti lanjutannya di post selanjutnya ya….

0



9 Comments

Kapan lanjutannya? Jadi penasaran 🙂

Reply

Ditunggu yah…masih belum sempat update blog ini…semoga secepatnya punya waktu luang untuk update cerita2 terbaru

Reply

Haduuueh, baca tulisan mba Anne jadi makin kepikiran ni gimana kalo dia beneran datang n lihat rumah saya

Reply

santai aja
yang penting bersih 🙂

Reply

hallo mba..
ini bener bgt deh tentang cara bagaimana kita pegang pisau.
bulan kemarin pacarku yg juga orang turki berkunjung ke indonesia selama 20 hari untuk bertemu saya. Dia shock ketika liat saya kupas mangga, dia bilang pasti ibu nya khawatir liat cara sy megang pisau seperti anak sd. saya jelasin kalo orang indonesia memang seperti ini, bahkan ibu sy pun sama. alhamdulillah dia ngerti mba walaupun masih ketakutan jari sy keiris pisau ?

Reply

Alhamdulillah 🙂

Reply

Aku sampe ketawa bacanya
Bigos nya cewek Turki lebih parah dr cewek Indonesia
Kalo masalah vowok turki keras kepala dan mau menang sendiri iya aku perrrrrcaya 100 persen
Krn dulu pernah ngalamin punya hubungan
Hadehhh kudu kuat hati ya berarti

Reply

🙂

Reply

Yes good

Reply
Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog