Kepulauan Mursala, Maldives-nya Sumatera Utara

Flashback ke perjalanan mudik akhir tahun 2016 lalu, kami menjelajahi pulau-pulau terluar Indonesia. Berawal dari godaan foto-foto di instagram, saya sebagai “EO” perjalanan kali ini memesan paket liburan ke pulau Mursala yang mulai difavoritkan masyarakat Sumatera Utara. Dengan perjalanan yang oleh pihak penyelenggara dihitung 4 hari 4 malam, kami dikenakan biaya 1 juta 250 ribu per orangnya dengan rincian transportasi bus Medan-Sibolga, kapal laut ke pulau Mursala dan keliling pulau-pulau lainnya, makan dan snack, hotel di Sibolga dan penginapan di pulau Mursala. Salahnya saya, saya tidak tanya seperti apa detail pelayanannya. Yah namanya juga udah tergoda sama foto-foto cantik di instagram.

Mursala merupakan pulau terbesar diantara gugusan pulau-pulau yang ada di kabupaten Tapanuli Tengah. Ada banyak pulau disekitar Mursala diantaranya Pulau Tarika, Pulau Bakar, Pulau Situngkus, Pulau Sendok, Pulau Panjang, Pulau Talam, Pulau Karang, Pulau Ungge dan bahkan ada yang belum memiliki nama. Seiring dengan semakin maraknya media sosial, Mursala pun semakin bersinar dengan banyaknya IG-ers yang mengupload foto-foto di Mursala dan bermunculanlah tour agent yang menawarkan paket wisata ke pulau Mursala dengan kegiatan hoping Islands ke sekitar 14 pulau.

Perjalanan ke Mursala dari Medan dengan menggunakan mobil membutuhkan waktu sekitar 11-13 jam. Berhenti di kota Sibolga atau bisa juga dari kota Pandan, lalu dilanjutkan dengan kapal selama 1 jam dengan kapal cepat dan 3 jam menggunakan kapal lambat. Bagi yang tidak tahan berlama-lama di mobil, bisa juga menggunakan alternatif lain yaitu dengan menggunakan pesawat terbang dari Medan ke Sibolga yang hanya memakan waktu 50 menit. Bahkan sekarang sudah ada pesawat langsung dari Jakarta ke Sibolga. Yang sungguh disayangkan adalah jalanan kota Sibolga dan sekitarnya yang memaksa pengguna jalan menari-nari sepanjang jalan karena jalanannya 90 % berlubang. Desember 2016 lalu bahkan pihak bandara Dr. Ferdinand Lumban Tobing atau yang lebih dikenal dengan nama Bandara Silangit Sibolga mengutip sumbangan dari para penumpang pesawat yang katanya akan digunakan untuk perbaikan jalan. Semoga saja hal tersebut benar agar transportasi menuju Mursala semakin lancar dan semakin banyak wisatawan yang berkunjung kesana.

Kita lupakan soal jalanan berlubang tadi karena Mursala tentunya lebih menggairahkan untuk dibayangkan dan dinikmati. Wisatawan yang berkunjung ke Mursala ada yang melakukan one day tour dan ada pula yang menginap. Jika melihat perjalanan yang panjang dan pemandangan yang sangat indah, tentunya sangat disayangkan jika hanya melakukan one day tour yang kesannya terburu-buru dan hanya sekedar singgah di Mursala dan pulau-pulau lainnya.

Kembali ke cerita perjalanan kami. Hari itu titik kumpul kami di KFC Titi Kuning. Perjalanan dijadwalkan jam 8 malam. Tapi sudah menjadi tabiat orang Indonesia yang selalu tidak tepat waktu. Keberangkatanpun molor sekitar satu jam.

Awalnya kami kira kami akan naik bus pariwisata, ternyata naik mobil pribadi. Ada tiga mobil yang membawa kami. Saya dan Mr. Ottoman satu mobil dengan sekelompok anak muda zaman now yang peralatan perangnya lengkap mulai dari kamera, tripod, tongsis dan alat-alat lain yang saya nggak ngerti. Dua orang supir menjadi pemandu kami. Kami ditempatkan di kursi paling belakang, hanya berdua saja dan sempit. Kaki Mr. Ottoman tidak nyaman duduk disana dan sepanjang jalan dia ngomel pelan ke saya.

Dia memang kurang suka melakukan perjalanan lama dengan mobil yang tidak nyaman seperti ini. Belum lagi anak-anak muda itu cukup ribut. Ditambah jalanan yang tidak mulus dan macet karena bertepatan dengan hari natal.

Kami sempat berhenti di pinggiran danau Toba untuk mengisi perut. Baru saya tau penumpang dua mobil lainnya. Yang satu sepasang pengantin baru dan seorang teman mereka. Mobil yang lainnya ternyata si pemilik travel beserta istri dan anaknya yang masih bayi.

“Wow, enak sekali mereka naik mobil lapang dan nggak bercampur dengan orang lain.” Ucap saya dalam hati.

Mobil kami memang lebih besar dibandingkan dengan dua mobil lainnya. Tapi saya merasa tidak nyaman bergabung dengan anak-anak muda alay itu.

Pagi harinya saat kami tiba di Sibolga dan sarapan, kami langsung digiring ke kapal. Saya lihat muka Mr. Ottoman sudah mulai tertekuk kesal. Saya tau dia kelelahan duduk semalaman di mobil. Untungnya semuanya terbayar dengan keindahan kepulauan Mursala.

Pulau pertama yang kami kunjungi adalah Pulau Bakar. Terdapat sebuah makam ulama di pulau ini yang bernama syeikh Bakar. Konon katanya nama Pulau Bakar diambil dari nama Syeikh tersebut. Meskipun ada sebuah makam disana, pulau ini tidak angker dan justru sangat eksotis dengan tumbuhnya pohon-pohon kelapa. Airnya jernih berwarna kebiru-biruan dengan pantai yang indah. Banyak rumah-rumah kerang besar nan cantik tak berpenghuni terdampar disepanjang pantai yang jika dijual ke Eropa harganya bisa cukup fantastis karena sangat eksotis untuk dijadikan pajangan rumah.  Tidak hanya kerang, kita juga bisa menemukan berbagai jenis bebatuan kecil-kecil warna warni dari laut yang terbawa ombak.

Pulau Bakar

Dari Pulau Bakar berlanjut ke Pulau Putri. Menurut legenda cerita rakyat setempat, pulau putri ini adalah tempat Putri Runduk yang cantik jelita menenggelamkan dirinya yang tidak ingin menerima pinangan Raja Janggi. Oleh sebab itu pulau ini dinamai Pulau Putri. Gradasi hijau mendominasi warna di pulau ini saat cuaca kurang cerah. Mulai dari hijau bening, hijau muda sampai hijau tua yang menunjukkan airnya yang mulai dalam. Saat matahari bersinar cerah, maka akan terjadi gradasi biru tosca di perairan ini. Kebanyakan wisatawan lokal menjadikan pulau ini untuk istirahat makan siang. Ada beberapa gazebo untuk makan disini dan sisa bangunan penginapan yang pernah dibangun di pulau ini dan kini sudah tidak digunakan lagi. Pulau ini juga dijaga oleh tiga orang penjaga yang saling bergantian menjaga pulau ini. Kamu juga bisa camping disini. Tentunya sangat asyik camping di pulau terpencil yang sangat dekat dengan laut dan malammu akan ditemani musik alam dari suara ombak dan air laut. Jangan lupa membawa makanan sendiri karena tidak ada warung apalagi supermarket disini.

Kami istirahat makan siang disini. Menunya nasi putih ikan gembung sambal dengan sayur rebusan. Pulau ini benar-benar indah dan mistis. Saya dan Mr. Ottoman sempat menyelam di pinggiran pulau yang airnya cukup bersih ini.

Pulau Putri

Berhubung cuaca sedang kurang baik, akhirnya perahu kami putar haluan dan menuju tempat kami menginap di Pulau Mursala. Lagi-lagi perkiraan saya salah. Tidak ada penginapan di pulau ini, yang ada hanyalah rumah-rumah warga yang juga jarang-jarang dan biasanya dijadikan persinggahan oleh nelayan.

Saat kami tiba, tempat itu sudah dipenuhi para nelayan. Sebuah kapal yang cukup besar terparkir didepannya. Baru kali ini saya melihat kapal nelayan sebesar itu, kapal besar seperti di film Pirates of The Caribbean. Karena penuh, kamipun akhirnya mencari tempat lain untuk sekedar membersihkan diri dan istirahat sejenak.

Kamar mandi yang hanya memenuhi separuh badan membuat saya was-was untuk benar-benar membersihkan tubuh. Sayapun terpaksa jongkok dan terus mengawasi situasi sekitar. Saat saya melihat kebawah, seketika rasa was-was itu hilang. Dibawah sana terhampar air laut yang sangat jernih dan sebening kaca. Ikan beraneka jenis dan warna warni menghibur jiwa saya yang tidak tenang. Saya menghabiskan waktu yang cukup lama disana, menikmati indahnya lekukan tubuh ikan-ikan cantik dan teman-temannya.

Seorang anak kecil memperhatikan gerak-gerik saya di dapur rumah itu. Ternyata dia anak pemilik rumah. Umurnya sekitar 9 tahun. Saya sempat bertanya kepada sang ibu, katanya anak itu hanya hari libur tinggal bersamanya. Selebihnya tinggal bersama kakaknya di Kota Sibolga karena harus sekolah.

Si ibu juga tidak kalah kepo dari si anak. Dia tanya-tanya tentang Mr. Ottoman yang memang berbeda sendiri. Mulai dari asalnya sampai cerita soal bagaimana kami bisa bertemu. Si ibu terlihat begitu antusias. Katanya belum pernah ada bule yang singgah kesana.

Namun saya merasa miris saat saya menanyakan tempat sampah kepada si ibu. Saya ingin membuang sampah sisa make up. Dengan santainya ia menjawab, “Buang saja ke laut! Disini nggak ada tempat sampah. Semuanya dibuang ke laut.”

Seketika ingin rasanya saya tatar si ibu bahwa laut bukanlah tempat sampah. Apalagi laut disini benar-benar indah. Saya nggak tega melemparkan secuil sampah ditangan saya itu ke lautan yang dihuni teman-teman kecil yang tadi menemani saya mandi. Akhirnya saya bungkus sampah itu dengan plastik dan saya masukkan kembali kedalam tas.

Setelah selesai beberes, kamipun meninggalkan tempat itu dan menuju penginapan. Tempat itu sudah sunyi. Rumah panggung itu hanya terdiri dari satu kamar tidur, dapur, kamar mandi setengah terbuka, ruang tamu yang luas dan teras. Artinya kami semua akan tidur bersama di ruang tamu. Lagi-lagi saya merasa kecewa karena tidak ada pemberitahuan diawal mengenai bentuk tempat kami menginap.

Ini bukan soal tidur tanpa kasur karena saya juga terbiasa tidur di tempat seadanya. Tetapi orang-orang yang bersama kami saat itu adalah orang asing yang sama sekali tidak kami kenal. Karena tidak ada pilihan, saya langsung mengambil tempat disudut ruangan. Dua buah bantal saya ambil dari beberapa tumpukan bantal disisi lain ruangan itu. Barang-barang kamipun saya letakkan didekat bantal.

Tak  lama setelah ketibaan kami, makan malam pun datang. Menunya sama seperti menu makan siang, hanya jenis ikannya saja yang berbeda. Ajaibnya lagi listrik disini hanya menyala di malam hari. Semua lubang-lubang colokan yang menyambungkan aliran listrik penuh dengan alat-alat elektronik orang-orang yang ada disana. Saya terpaksa mencari celah lain untuk memenuhi kebutuhan listrik di hp saya.

Karena terlalu lelah saya cepat pulas malam itu. Tak perduli bagaimana polah saya saat tidur yang sangat memungkinkan disaksikan seluruh manusia di ruangan itu. Toh kami tak saling kenal dan kemungkinan untuk bertemu kembali sangat kecil.

Keesokan paginya saya dan Mr. Ottoman cepat terjaga. Langsung saya mandi sebelum kamar mandi yang langsung bersentuhan dengan alam terbuka itu diperebutkan orang-orang disana. Sama seperti rumah yang kemarin kami singgahi, rumah ini juga tak memiliki wc. Di kamar mandi hanya ada lubang berbentuk segi empat untuk menerjunkan kotoran manusia.

Saya dan Mr. Ottoman jalan-jalan pagi di sekitar Pulau Mursala. Sumpah! Ini salah satu kepingan surga. Indah dan tenang sekali berada disini. Sayang sungguh sayang tak ada penginapan untuk komersil disini. Pohon-pohon kelapa berjajar rapi, bongkahan batu besar seperti gunung berbaring kokoh disamping rumah tempat kami menginap. Kami naik keatasnya dan dari sana kami bisa melihat keindahan pulau-pulau lainnya. Berjalan kesisi lain, aneka jenis siput tampak ramai memenuhi pantai pasir putih Pulau Mursala. Buat saya itu tak terlalu istimewa, tapi tidak bagi Mr. Ottoman. Dia sangat khusuk memperhatikan kegiatan siput-siput yang sangat sensitif dengan suara manusia itu. Mursala semakin sempurna sebagai kepingan surga dengan suara ombaknya yang tak henti memainkan musik alam.

Selesai sarapan, perjalanan berlanjut ke Pulau Silabu Na Godang dan Pulau Kalimantung Na Menek. Kedua pulau ini bertetangga dan dipisahkan laut dangkal dimana ikan nemo sangat mudah dijumpai disini. Meskipun terpisahkan oleh laut, kami tidak perlu menaiki perahu dari Pulau Silabu ke Pulau Kalimantung karena airnya yang sangat Jernih dan bersih itu tidaklah dalam. Cukup berenang saja. Snorkling ditempat ini dijamin akan membuatmu ketagihan dan tidak mau menyudahi petualangan bawah lautmu dimana sangat mudah menemukan ikan beraneka jenis dan karang warna warni yang cantik. Apalagi disini kamu tidak perlu menggunkan alat snorkling yang lengkap karena airnya yang dangkal dan tenang. Pulau ini juga terkenal sebagai rumahnya ikan nemo.

Belum ada tanda-tanda perubahan dari pemerintah setempat untuk tempat yang dari segi kecantikannya bisa disejajarkan dengan Maldives ini. Jika saja ditengah laut antara Silabu dan Kalimantung yang dangkal itu dibangun penginapan, tentu Maldives akan tersaingi. Apalagi dengan mudahnya kita bisa snorkling disini dan tanpa undangan dan umpan ikan-ikan cantik hilir mudik tanpa henti yang mampu menjernihkan hati dan pikiranmu sejernih air laut Silabu dan Kalimantung.

Pulau Kalimantung

Saya dan Mr. Ottoman asyik sendiri menikmati pemandangan bawah laut Kalimantung dan Silabu. Sementara yang lainnya justru sibuk membuat foto sebanyak-banyaknya. Hanya kami yang tidak sibuk dengan kamera. Bagi kami satu dua foto dan video untuk kenang-kenangan sudah cukup, selebihnya ya nikmati petualangan ini.

Sempat kami berdiskusi tentang potensi wisata yang luar biasa di kepulauan ini. Serius! Alamnya sangat indah dan masih perawan. Setara dengan Maldives. Sayangnya tidak ada yang perduli dengan potensi luar biasa ini. Kami sempat berandai-andai, jika saja kami milioner tentu tempat ini akan kami ubah menjadi sekelas Maldives dengan fasilitas helikopter untuk membawa tamu yang menginap disini 😀 (Siapa tau ada malaikat yang mengaminkan .) ).

Dari Kalimantung dan Silabu lanjut ke pulau utama, Mursala. Pulau yang memiliki luas 8000 hektar ini memiliki sebuah air terjun yang fenomenal yang dinamai sama dengan nama pulau ini yaitu Air Terjun Mursala. Airnya yang berasal dari sebuah sungai di Pulau Mursala sepanjang 700 meter yang katanya adalah sungai terpendek di Indonesia mengaliri dinding tebing batu granit dengan tinggi sekitar 35 meter dan langsung jatuh ke laut yang menyebabkan air laut disekitarnya berubah rasa menjadi tawar. Cerita lain menyebutkan kalau air terjun ini berasal dari Danau Toba. Tapi belum ada bukti yang valid mengenai itu. Tidak jauh dari air terjun ini ada sebuah tempat yang menjadi nilai plus Kepulauan Mursala. Blue point Mursala. Air yang berwarna biru bening dan jernih di areal ini mampu menghipnotis pandanganmu dan tidak akan berpaling ke tempat lain. Blue point ini menjadi salah satu nilai jual Kepulauan Mursala.

Blue Point Mursala

Sebagian anggota tour terjun ke air biru itu. Jujur saya bosan dengan tingkah mereka yang terus sibuk dengan kamera, selfi, foto beratus-ratus kali dan membuat video sebanyak-banyaknya ditempat yang sama.

Agent tour kami bilang kalau cuaca kurang baik. Karena itulah perjalanan disudahi sampai disitu. Jujur saya kecewa karena diawal mereka bilang keliling 14 pulau, tetapi ini hanya sekitar 5 pulau saja. Menurut saya management waktu mereka sangat buruk. Ini bukan soal cuaca buruk karena hari itu tidak hujan apalagi petir. Anggota tour yang lain terlalu membuang-buang waktu dengan hal remeh temeh seperti foto-foto ratusan kali ditempat yang sama. Itulah sebabnya waktunya tidak cukup untuk keliling 14 pulau karena harus menunggu mereka puas foto-foto. Harusnya agent tour bersikap tegas dalam menggunakan waktu sehingga kami tak merasa dirugikan.

Kapal langsung balik arah ke Kota Pandan tempat kami menginap malam ini. Hari sudah gelap saat kami tiba disana. Langsung masuk hotel yang ada dipinggir pantai, bersih-bersih dan makan malam. Kami makan di sebuah tempat makan yang rasanya lumayan, tetapi justru kali ini kami disuruh bayar sendiri. Aneh sekali menurut saya karena tak ada pemberitahuan sebelumnya. Ah, sudahlah. Saya jadikan ini sebagai pengalaman berharga.

Esok paginya selesai sarapan, mereka langsung pulang menuju Medan. Sementara saya dan Mr. Ottoman masih tinggal disana satu malam lagi karena keesokan harinya kami ingin melanjutkan perjalanan ke Kota Padang. Sebelum mereka pulang, kami negosiasi soal pembayaran. Saya minta diskon karena kekecewaan yang terjadi dan karena kami tidak pulang bersama mereka. Akhirnya didiskon 200 ribu.

Lucunya lagi, hotel yang kami tempati di Kota Pandan masuk dalam kawasan wisata. Didepan jalan masuk ada yang menunggu dan meminta bayaran kepada siapa saja yang masuk. Saat kami keluar membeli makanan mereka terlihat memperhatikan kami. Saat kami kembali, kami disuruh bayar tiket masuk. Jelas saya bantah karena kami tamu hotel dan memang seharusnya tidak bayar. Tetapi ibu-ibu paruh baya itu ngotot dan Mr. Ottoman malas berlama-lama disana. Akhirnya saya bayar 5 ribu rupiah. Ini bukan soal jumlahnya, tetapi kebiasaan kurang baik orang Indonesia yang terus saja dilestarikan.

Meskipun terjadi beberapa kekecewaan, saya senang mengunjungi Mursala. Mursala, pulau yang juga sudah dijadikan sebuah judul film yang dibintangi Rio Dewanto dan Titi Rajo Bintang ini memilki potensi wisata yang tidak kalah dengan Indonesia timur bahkan dunia. Jika pemerintah kita belum tergerak untuk menggalakkan wisata Mursala, tidaklah salah jika kita yang mengenalkannya pada dunia. Traveller sejati adalah yang mengunjungi seluruh pelosok negeri sampai ke pulau-pulau terluarnya dan anak muda yang kekinian adalah anak muda yang tidak hanya upload foto selfi, melainkan upload foto keindahan negeri sendiri.

0



3 Comments

Assalamu’alaikum. Salam kenal mbak. Ada niat kesini lagi ga mbak? Kalo ada jangan lupa kabar2i kealamat e-mail saya. Saya suka dengan tulisan dan kritikan mba manteb. Dan saya setuju.

Reply

Wa’alaikumsalam. salam kenal juga. Klo niat sih ada, tapi waktunya yang belum ada :). Insyaallah nnt kalau kesana lg saya kabari.
Trimakasih sudah membaca tulisan saya.

Reply

kayaknya ada yang salah tuh, bandara silangit bukan di sibolga

Reply
Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog