Kahvalti, Sarapan Meriah Ala Turki

Sarapan adalah aktivitas makan pagi yang sangat penting untuk menunjang aktivitas manusia sepanjang hari. Orang Indonesia biasa sarapan simpel dengan hanya menyantap satu menu saja seperti lontong sayur, nasi uduk, mie goreng dan lainnya. Apalagi di Indonesia banyak sekali penjaja sarapan yang harganya relativ murah. Sama-sama menguntungkan bagi si penjual sarapan yang mencari rezeki dan mempermudah orang-orang yang sudah sibuk beraktivitas di pagi hari dan tidak sempat menyiapkan sarapan di rumah.

Berbeda dengan orang Indonesia yang menyantap menu sarapan praktis, bagi orang Turki kegiatan sarapan memiliki makna lebih dari sekedar mengisi perut. Jika bagi orang Indonesia makan di jam 12 siang sudah terhitung sebagai makan siang meskipun sejak pagi belum sarapan, tidak demikian dengan orang Turki. Jam berapapun makannya selama mereka belum sarapan, kegiatan mengisi perut itu tetap disebut sarapan.

Orang Turki biasanya sarapan tidak terlalu pagi, sekitar jam 10-11 dan melewatkan makan siang, lalu langsung santap malam antara jam 6-8 malam. Sarapan ala Turki yang biasa mereka sebut kahvalti bagi saya terlalu “mewah”. Baru lihat hidangan di meja saja saya sudah kenyang dan bingung mau sarapan apa.

Sangat jarang orang Turki membeli sarapan jadi diluar rumah seperti orang Indonesia. Hidangan kahvalti biasanya terdiri dari roti, zaitun, aneka jenis keju, aneka jenis selai, tomat, timun, menemen (telur dadar ala Turki), sucuk (sosis Turki), pastirma (daging asap), mentega, madu, menu-menu pilihan lainnya yang berbeda-beda setiap harinya seperti telur yang digoreng bersama kentang atau bayam, köfte dan lainnya. Yang tidak pernah diabsenkan tentunya teh Turki. Dan dari sebegitu banyaknya jenis pilihan kahvalti mewah ala Turki, tidak ada satu menupun yang saya suka kecuali telur. Susah memang kalau lidah tetap nggak mau kompromi sama makanan asing. Badan boleh ada di Eropa, tapi selera tetap Indonesia. Walaupun mereka geli melihat saya sarapan mie goreng atau nasi dengan aneka lauk, yang penting saya tidak membohongi selera saya sendiri.

Kegiatan kahvalti juga menjadi momen berkumpul dengan keluarga dan saling bercerita. Biasanya saat kami berkunjung ke keluarga Mr. Ottoman, pasti mereka menunggu sampai kami datang untuk sarapan bersama.

Mungkin memang sudah menjadi kegemaran orang Turki menyukai sesuatu yang “wah”. Mr. Ottoman sendiri suka melihat banyak menu dihidangkan di meja makan saat sarapan, meskipun tak sebanyak di rumah saudara-saudara Mr. Ottoman. Tapi hanya saat sarapan, tidak saat makan malam. Walaupun tidak semua menu dicicipi.

Dulu, saya sempat kesal dengan kebiasaan kahvalti ini. Karena menurut saya buang-buang tenaga ngeluarin isi kulkas, dibawa ke meja makan yang letaknya tidak seruangan dengan dapur. Terus cuma beberapa yang disentuh, selebihnya cuma buat nyenengin mata doank. Tapi, ini adalah pernikahan mix marriage. Ada banyak sekali kebudayaan Mr. Ottoman yang awalnya sulit saya terima, begitupun dengan kebudayaan saya. Semakin kesini, saya semakin bisa menerima banyaknya perbedaan budaya yang membuat cerita hidup kami lebih kaya. Percayalah, berbeda itu indah.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog