Keaslian Kisah Dracula || Oleh-oleh dari Museum Istana Ambras


Museum sering kali dianggap sebagai tempat yang membosankan. Banyak orang memilih mengunjungi tempat-tempat terkenal yang menjadi icon suatu daerah dibandingkan mengunjungi museum. Tidak demikian dengan saya. Saya sangat suka mengunjungi museum. Saya senang berlama-lama berada di museum. Meskipun tidak semua yang ada didalam museum itu bisa menjadi koleksi dalam memori ingatan saya, setidaknya pengetahuan saya bertambah.

Beberapa bulan lalu saya dan Mr. Ottoman mengunjungi kota Innsbruck di Austria. Jelas museum masuk dalam daftar tempat-tempat yang harus kami kunjungi. Ada beberapa museum yang kami kunjungi disana. Yang paling berkesan bagi saya adalah saat kami mengunjungi Istana Ambras.

Istana Ambras merupakan istana peninggalan abad pertengahan. Dari sisi lain halamannya yang luas tampak jelas Pegunungan Alpen yang gagah ditutupi salju putih. Di tamannya ada beberapa ekor burung cenderawasih dengan bulu-bulu indahnya berwarna biru.

Disisi lainnya ada dua museum berbeda yang satunya menyimpan barang-barang seni dan sejarah istana yang dinamai Kunsthistorische Museum, museum yang lainnya menyimpan barang-barang keperluan peperangan seperti baju besi, tombak dan senapan.

Kunsthistorische Museum

Melihat bangunan luarnya saja saya sudah tertarik memasuki Kunsthistorische Museum ini. Saat itu sudah di penghujung musim dingin. Terlihat sisa-sisa dedaunan kering menggantung di tiang-tiang istana. Bangunan tua itu tampak semakin indah di mata saya dengan banyaknya jendela-jendela di bagian atapnya.

Imajinasi saya kembali bermain. Saya membayangkan, disanalah dulu orang-orang istana mengintip suasana di luar istana. Apakah ada musuh yang membahayakan atau tidak. Dan pastinya suara kaki kuda pasti mendominasi karena dahulu kuda menjadi kendaraan kelas atas.

Masuk kedalam museum, saya takjub dengan koleksi-koleksinya. Ada anggota istana yang tubuhnya penuh bulu seperti monyet, ada pula yang memiliki tubuh sangat besar seperti raksasa. Diantara semuanya itu, kisah Dracula yang saya temukan disini menjadi hal yang cukup menyita perhatian saya.

Saya berdiri lama didepan gambar drakula. Berulang-ulang saya baca keterangan gambar itu yang ditulis dalam Bahasa Jerman dan Inggris. Tulisan itu benar-benar saya transfer ke otak dan mencoba benar-benar memahami ceritanya.

Kembali ke kisah asli Dracula yang saya jumpai di Kunsthistorische Museum. Dracula memiliki nama asli Vlad III. Di museum ini tertulis ia lahir tahun 1430 dan wafat 1477, lebih tua dua tahun dari Sultan Mehmet II, anak dari Murad II yang saat itu menguasai Walachei. Dialah yang melatarbelakangi kisah Dracula dalam roman karangan Bram Stokers. Ayah Vlad III bernama Vlad Dracul yang menjadi putra mahkota Walachei.

Vlad III adalah orang yang berhasil mengalahkan pasukan Turki pada abad ke 16 dan ia bergelar TEPES der Pfähler atau si penusuk. Tidak tanggung-tanggung, demi memenuhi nafsu kekuasaan, Vlad III menghabisi lawan-lawannya dari bangsa Turki dengan cara memenggal kepala mereka dan meminum darah yang bercucuran dari leher mereka. Dia biasanya menenteng kepala lawan yang ia penggal sebagai simbol kehebatannya.

Jujur saya tidak sanggup lagi membacanya. Saya pandangi lagi gambar Vlad III. Wajahnya lonjong dengan dagu lancip, hidungnya mancung, rambutnya ikal dan kumis tebal memenuhi bagian atas mulutnya. Tetapi saya lihat pandangannya seperti kosong tak bernyawa dan tak memiliki rasa. Berbeda dengan gambar disebelahnya yang seperti manusia pada umumnya.

Saya rasa, kematian ayahnya yang membuatnya sedingin itu. Tahun 1447 ayahnya dibunuh dan dikudeta oleh John Hunyad dari Hungaria. Raja Murad II dari Kesultanan Ottoman menolongnya dari serangan bangsa Rumania dan menyuruhnya naik menjadi pangeran kerajaan menggantikan kedudukan ayahnya Vlad Dracul.

Raja Murad II benar-benar menganggap Vlad III dan adiknya Radu Cel Frumos seperti anaknya sendiri karena saat itu Vlad III masih belasan tahun. Mereka berdua pun dikirim ke Turki dan disekolahkan disana, dididik cara-cara berperang yang saat itu memang wajib dikuasai oleh kaum laki-laki khususnya pangeran kerajaan seperti Vlad III.

Sayangnya Vlad III menyimpan kebencian yang mendalam di hatinya terhadap Raja Murad II, bangsanya dan juga Islam. Saya tidak menemukan alasan yang jelas di museum itu kenapa Vlad III begitu membenci Raja Murad II dan Islam. Saya perkirakan mungkin dia sendiri kesal pada ayahnya yang mau tunduk dan bersahabat dengan kaum muslim dari Turki.

Mendengar Sultan Mehmet II atau yang lebih kita kenal dengan Alfatih mampu mengambil alih Konstantinopel yang kini bernama Istanbul, darah Vlad III mendidih. Diam-diam dia menghancurkan benteng-benteng pasukan Turki di Rumania dengan berpura-pura menjadi bagian dari mereka dan membunuhi pasukan Turki.

Akhirnya kebusukan itu tercium oleh Sultan Mehmet II. Ia pun mengutus Panglima Hamzah Bey bersama 1000 pasukannya untuk menghabisi Vlad III.

Sebagai orang hasil didikan Raja Murad II, tentu Vlad III sudah hafal strategi dan cara pasukan Turki dalam berperang. Tanpa ampun dia menghabisi seluruh pasukan Hamzah Bey dengan cara sadis. Dia memaku sorban-sorban mereka di kepala mereka. Hamzah Bey sebagai pemimpin pasukan pun turut menjadi korban kekejaman Vlad III.

Karena kekejamannya Vlad III pun semakin dikenal dunia kala itu. Namun akhirnya ia kalah di tangan adiknya sendiri Radu Cel Frumos yang ditugaskan Sultan Mehmet II untuk menghabisinya dengan membawa 90.000 pasukan. Radu Cel Frumos saat itu sudah memeluk islam dan menjadi salah satu pemimpin Turki.

Akhirnya Vlad III tunduk pada  adiknya sendiri dalam peristiwa yang dikenal dengan ‘The Night Attack’ dimana Radu dan pasukannya menyerang Vlad III di kediamannya di Benteng Poenari. Radu akhirnya mengambil posisi Vlad III menjadi pemimpin Walachei.

Akibat kebenciannya terhadap Turki dan islam, Vlad III terpaksa menjadi anak buah John Hunyad, orang yang telah membunuh ayahnya dan untuk berlindung dari serangan adiknya sendiri. Sampai akhir hayatnya yang wafat karena serangan pasukan Ottoman, Vlad III tetap menjadi pengabdi John Hunyad.

Diluaran sana, ada banyak sekali kisah tentang keaslian Dracula. Tetapi saya lebih suka mencari dan mempercayai informasi dari museum karena museum  juga menyimpan benda-benda otentik dari orang-orang atau kejadian-kejadian terdahulu.

Ada banyak pelajaran dari kisah Dracula yang saya dapatkan dari museum di Istana Ambras ini. Saya belajar tentang balas budi dan balas dendam. Dracula berniat balas dendam pada Raja Murad II dan keturunannya, sementara Radu Cel Frumos tau bagaimana harus balas budi pada orang yang telah menggantikan posisi ayahnya.

Jelas kisah Dracula yang asli berbeda dengan yang ada di film.

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog