Menikah Dahulu Pacaran Kemudian II


Awal tahun 2015 saya kembali ke Jerman setelah melewati masa-masa frustasi dan traumatik. Sampai saat inipun jika mendengar kata Kedutaan Jerman, hati saya berusaha menolak dua kata itu. Sebelumnya saya sudah ikhlas jika visa saya ditolak lagi. Kami juga sudah merencanakan kehidupan kami yang lain. Jika tidak tinggal di Turki, maka Mr. Ottoman yang akan ke Indonesia dan menetap disana.

Allah berkehendak lain dan visa saya dikabulkan oleh Kedutaan Jerman di Jakarta setelah menunggu selama 6 bulan and the real life was starting here dan inilah saat dimana saya mulai benar-benar merasakan kelucuan hidup bersama orang yang bertolak belakang dengan saya.

Turki adalah negara yang kaya akan budaya, makanan, adat istiadat, kesenian dll. Hampir sama seperti Indonesia. Meskipun Mr. Ottoman lahir dan besar di Jerman, dia sangat mencintai negara asal nenek moyangnya. Sepertinya hal ini juga berlaku bagi orang-orang Turki yang tinggal di Jerman lainnya. Sebab itulah banyak sekali tabrakan budaya diantara kami yang kadang sulit dikompromikan.

Kalau boleh dibilang, inilah masa penjajakan kami yang sebenarnya. Mr. Ottoman bukan tipe suami yang hobi ngumpul bersama teman-temannya. Dia tidak pernah pergi keluar selain bekerja dan pergi bersama saya. Persis seperti ayah saya yang juga tidak pernah duduk-duduk di warung kopi.

Seperti orang pacaran, kami masih belajar untuk saling memahami. Kadang sulit baginya untuk mengerti kenapa setiap hari saya makan nasi dan harus ada sambel. Lalu saya kembalikan semuanya ke kebiasaan makan orang Turki yang harus ada yogurt dan roti. Tak lupa sup selalu menjadi menu pembuka mereka.

Saya yang terbiasa melihat mamak saya masak sekali sehari tanpa embel-embel makanan pembuka, utama dan penutup merasa sedikit repot dengan sistem makan orang Turki. Apalagi saat itu saya belum bisa masak. Jangankan masak masakan Turki, masakan Indonesia saja masih meraba-raba.

Kadang saya juga merasa bingung harus masak apa untuk si Mr. Ottoman. Padahal bahan makanan di rumah banyak. Bahkan sekedar membuat sandwich saja saya kebingungan. Belum lagi harus menahan nafas saat berhadapan dengan keju jenis tertentu yang baunya mirip bau busuk sepatu yang berabad-abad lamanya tidak dicuci.

Turki memiliki jenis keju lebih banyak dibandingkan Jerman. Saya pun wajib paham mana keju untuk sandwich, pizza, snack, isian roti dan börek. Setidaksukanya saya dengan keju, tetapi dia menjadi andalan saya saat Mr. Ottoman protes dengan bau terasi dan ikan asin saya.

Ikan asin musuh besar Mr. Ottoman

Dulu saat pertama kali saya menggoreng ikan asin, saya lupa membuka jendela karena masih musim dingin. Jadilah baunya menghinggapi seluruh isi rumah termasuk jaket-jaket musim dingin yang digantung didekat pintu masuk.

Saya ingat sekali waktu itu wajah Mr. Ottoman memerah menahan mual dan muntah akibat menghirup harum dan sedapnya aroma ikan asin plus sambel terasi saya. Setelah membuka semua jendela, dia pergi keluar sekedar untuk menjauh dari aroma kesukaan saya itu.

“Warum riecht dein Essen wie Tote?”

(Kenapa makanan kamu seperti bau bangkai?)

Itulah kalimat pertama yang dia ucapkan setelah mencium aroma ikan asin dan terasi.

Dia tidak marah, tapi terlihat jelas ada semburat kebingungan di wajahnya hanya karena persoalan ikan asin dan terasi.

“Setiap hari saya juga harus bermain-main dengan kejumu yang bau kaki itu.”

Saya balas pertanyaannya dengan santai.

Tragedi terasi dan ikan asin itupun membuat kami terpaksa melakukan rapat mendadak yang akhirnya disepakati bahwa segala jenis makanan Indonesia saya yang bau-bau boleh dimasak di siang hari dan saat Mr. Ottoman tidak di rumah. Tidak lupa dia memperingatkan saya untuk membuka semua jendela dan memasukkan semua baju kedalam lemari saat saya mengeksekusi makanan nikmat nan mahal ini.

Terasi dan ikan asin hanyalah secuil kelucuan hubungan kami. Meskipun ikan asin dan terasi menjadi musuh besar Mr. Ottoman, tetapi dia menjadi tester yang baik untuk setiap percobaan menu baru saya. Tentunya no ikan asin dan terasi. Dia yang menjadi saksi bagaimana saya yang dulunya sama sekali tidak berani memegang mixer hingga kini sudah bisa membuat aneka kue, pizza, spageti bolognese, roti-roti Turki dan banyak makanan Turki lainnya. Bahkan kini saya sudah mau makan sedikit keju, tetapi tetap saya katakan tidak untuk keju bau kaki.

Tahun ini sudah masuk tahun keenam pernikahan kami dan kami masih terus pacaran. Untungnya di Jerman ini orang-orangnya tak “seperduli” orang-orang di Indonesia sana yang sering menanyakan kapan punya anak. Keluarga Mr. Ottoman pun tak pernah menanyakan hal itu.

Semuanya masih sama. Mr. Ottoman tetap menjadi lelaki yang betah di rumah. Hanya impian dan harapan kami yang terus bertambah, apalagi saya si pengejar mimpi ini.

Kegiatan kami pun masih sama. Kami masih suka jalan-jalan sore ke taman, belanja bersama di akhir pekan, nonton bioskop mobil kesukaan kami atau sekedar nonton film di rumah berdua sambil makan popcorn.

Di musim panas kami tetap suka piknik dan barbeque berdua. Sarapan dan makan malam di balkon kecil rumah kami yang selalu penuh bunga dengan warna dominan ungu. Sesekali kami bersepeda, berkumpul dengan komunitas orang Indonesia, ikut kajian agama islam dan mengunjungi keluarga.

Kami masih tetap tidak suka pergi ke mall dan memilih menikmati alam. Kami masih tetap menjadi pasangan humoris yang memiliki rentetan impian panjang.

Mr. Ottoman masih tetap menjadi suami yang ngomel jika istrinya kebanyakan foto saat travelling ketimbang menggandeng tangan suaminya dan saya masih tetap menjadi istri yang mengoleksi banyak foto travelling meskipun suami saya ngomel karena si suami tetap masih menjadi fotografer handal yang hobi ngomel.

Kami masih orang yang sama dan masih tetap berdua saja. Biarkan orang diluaran sana mempertanyakan apa sebenarnya tujuan rumahtangga kami karena kami tak kunjung menambah anggota keluarga.

Entah itu hanya berdua saja ataupun bertiga dan berempat, biarlah semuanya tetap sebahagia ini dan bahkan harus lebih dari bahagia hari ini dan kemarin.

Biarlah Mr. Ottoman tetap menjadi suami rasa pacar saya sehidup dan sesyurga…

 

0



2 Comments

Untuk paragraf terakhir buat mbak anneYaa dan mr. Ottoman semoga Allah SWT senantiasa memberkahi kalian dan semoga kelak mendapat anak” yang menyenangkan hati, Aamiin Allahumma aamiin…

Reply

Terimakasih Kartika Malewa 🙂

Reply
Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog