Kecanduan Teh Turki


Turki merupakan salah satu negara penghasil teh terbanyak dan terbaik di dunia. Wajar saja jika teh menjadi minuman kebesaran orang Turki. Jika bertamu ke rumah orang Turki, pasti akan disuguhi teh. Orang Turki seolah tak bisa lepas dari minuman hangat yang satu ini. Mereka memang selalu meminumnya hangat-hangat, tidak seperti masyarakat Indonesia yang banyak juga menikmatinya dalam keadaan dingin.

Tidak ada ketentuan kapan mereka minum teh karena bisa dikatakan setiap saat selalu ada teh, utamanya sehabis makan siang ataupun malam. Sarapan sudah tentu ditemani teh juga. Bahkan ada juga masyarakat Turki yang lebih banyak minum teh dibandingkan minum air putih.

Saya sendiri mengenal minuman ini jauh sebelum menikah dengan Mr. Ottoman karena saya pernah tinggal dengan keluarga Turki. Dulu minuman yang oleh orang Turki biasanya dihidangkan dalam gelas berukuran kecil ini saya rasa sedikit aneh rasanya. Rasa pahit tehnya menempel kuat di kerongkongan. Saya pun kurang memfavoritkannya karena tidak cocok dengan indera perasa saya.

Setelah menikah pun kami jarang minum teh Turki. Iya…dulu saya memang sama sekali tidak mengerti soal urusan dapur dan maunya yang simpel aja. Jadilah setiap sarapan hanya minum teh sachet atau kopi susu.

Ketika mulai sering bertemu dan berkumpul dengan keluarga Mr. Ottoman, saya semakin sering minum teh Turki. Apalagi kalau ke rumah mertua yang saat itu masih tinggal di Jerman. Anehnya kok lidah saya semakin akrab dan jatuh cinta dengan teh Turki. Setiap kali ke rumah mertua ataupun ke rumah kakak ipar, saya selalu memperhatikan bagaimana cara mereka memasak teh Turki.

Memasak teh Turki sangat berbeda dengan teh yang biasa diminum di Indonesia. Pertama-tama air dan teh ditempatkan terpisah. Teko untuk memasak teh Turki bentuknya bertingkat, yang atas untuk bubuk teh dan yang bawah untuk air. Dimasak sampai air mendidih, lalu air mendidih itu dituangkan kedalam bubuk teh. Teko bawah ditambah air lagi dan dimasak sampai mendidih. Setelah mendidih, kecilkan api dan biarkan sampai tanak. Cara menyajikannya pertama tuang sedikit teh yang ada di teko bagian atas, lalu tambahkan air panas yang ada di bagian bawah teko.

Mungkin karena prosesnya yang agak lama itu yang membuatnya berbeda dan anehnya lagi, rasanya juga akan berbeda jika kita meminumnya dengan gelas berukuran besar, kurang enak. Biasanya gelasnya yang transparan, bukan keramik dan tidak sekecil gelas teh cina.

Setelah mulai kecanduan, saya meminta dibelikan bubuk teh Turki oleh Mr. Ottoman. Dia pun ikut senang karena akhirnya tidak perlu lagi datang ke rumah keluarganya hanya sekedar untuk minum teh Turki. Tidak susah memang memasaknya, tetapi harus sabar dan tidak bisa untuk sarapan kilat.

Sejak saat itu saya hampir setiap hari minum teh Turki sampai-sampai Mr. Ottoman pernah nyeletuk, “Sebenarnya yang orang Turki di rumah ini itu siapa? Kok malah jadi kamu yang nggak bisa sarapan tanpa teh Turki?”

Tak jarang kami juga menikmati teh Turki di malam hari saat nonton film dan juga dibarengi nyemil sebaskom popcorn. By the way, saya bisa buat popcorn juga diajarin Mr. Ottoman :).

Kini, teh Turki masih tetap menjadi minuman hangat favorit di keluarga saya. Hanya saja saya sudah mengurangi porsinya dan minum tanpa gula. Justru menurut saya lebih enak tanpa gula. Rasanya agak pahit-pahit sepet (aduh…apa ya Bahasa Indonesia yang tepat untuk kata “sepet” ini?). Seperti ketergantungan, saya tidak bisa lepas dari teh Turki. Apalagi saat ini di Jerman sedang musim dingin, cocok sekali minum teh Turki dibarengi gorengan ala Indonesia. Ya namanya juga keluarga mix marriage, jadi harus seimbang. Teh nya dari Turki, gorengannya dari Indonesia.

Jika kapan-kapan klo kamu jalan-jalan ke Turki dan mencoba teh Turki, awas kecanduan seperti saya ya!

 

0



Schreiben Sie einen Kommentar

Your e-mail will not be published. All required Fields are marked

Scroll Up Scroll Up

Thank you for visiting my blog